Ergm, *mastiin kancing baju di kerah* oke. Let see.
Who I am? Let me to introduce my self. Oh, forget it.
Untuk seseorang yang entah mengapa membuat aku selalu berpikir.
Apa yang ada di kepalanya.
Senyuman Senja Itu
***
Aku berjalan menuju sebuah barisan di tengah lapangan. Seragam putihbiru-ku –walau sudah 3 tahun menemaniku- juga masih rapi lengkap dengan lipatan hasil jerih payah sang benda bernama seterika. Haha, aku ini murid baru di sebuah sekolah menengah atas. Sudah kenal, kan? Aku Laras, yang entah bagaimana terpanggil sebagai ‘Aiyas’…
Aah, ini memang bukan suasana yang asing, bagaimana tidak, teman-temanku ada di sini, kelima soulmate-ku berjejer rapih di sisi-sisiku. Walau dua diantara kami tidak masuk dalam kelas yang sama.
Aku menoleh ke belakang, melihat deretan calon teman-teman baruku. Ada beberapa yang aku kenal, karena mereka satu sekolah –yang lama- denganku, bahkan teman sekelasku pun melambai sambil berbisik ‘kita sekelas!’.
Lalu mata bening ini menuju dua orang di belakang sana. Keduanya perempuan, dan aku mengenalnya. Kami satu ekskul di sekolah yang lama. Seorang gadis dengan hidung mancung tapi kelewat polos orangnya, dan yang lain adalah…
“Yunitaaa!!!”
***
Untuk orang yang namanya ku teriakkan tadi.
Hei, aku dalam proses pembuatan personal novelku saat ini –oke, novel butut nan amatir memang- . Kau tau sayang, aku menghabiskan waktuku untuk project itu, dan sekarang, aku menyempatkan untuk menulis –hey, maksudku mengetik tentunya- ini untukmu.
***
Tuhan itu maha koordinasi terhebat kurasa. Karena apa? Beliau mampu membimbing organ lain untuk menjadi pantulan organ yang lain juga.
Ah, begini maksudku.
Aku senang.
Dan apa yang terjadi?
Koordinasi syaraf otakku mengisyaratkan untuk menyunggingkan tinggi-tinggi sudut bibirku.
Tersenyum, namanya.
Membuat perasaan senang dalam hati tersalur sempurna ke lekukan otak, lalu memproyeksikan dirinya dalam bibir ini.
Memperindah arti dari perasaan bungah itu sendiri.
Gadis itu memiliki senyuman yang berbeda.
Pancaran auranya terpantul menyilaukan saat ia memamerkan senyum itu.
Serasa menenangkan, bukan?
Ah…
Tak perlu lagi aku mencari barat untuk melihat senja berpijak, di mata timur pun aku dapat melihat guratan oranye itu, apabila kamu yang berdiri di sana.
Klise.
Picisan bahkan.
***
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Ya, tak ada yang abadi. Segala ciptaan maha super sempurna milik Nya, ternyata tak ada yang seabadi dunia putih yang dielu-elukan sebagai surga di akhirat.
Karena baru saja, gadis itu mengeluh padaku tentang apa yang dirasakannya sedikit janggal.
“Sakiiit…”
Bibir itu menggumamkan sebuah kata. Yang simpel, tapi… sedikit melumerkan senyumannya itu. Aku bilang hanya sedikit, karena aku tak ingin kehilangan senja itu.
Benar-benar tak menginginkannya.
“Kalo nggak ada yang nganter, biar aku temenin kamu ke dokter. Pokoknya harus di perikasain.”
Itu dialog-ku saat kau –entah ke berapa kali- mengeluh sambil memegang kuat-kuat alat vital pernafasanmu.
Kamu tau, seratus persen aku optimis bahwa penyakit itu tak akan berbahaya. Tak akan secara gamblang menyakitkanmu. Tak akan dan tak pernah akan.
Namun, semuanya sedikit meruntuhkan. Senyumanku. Cukup senyumanku yang runtuh. Jangan milikmu…. Jangan.
***
Aku tak akan mengulas tentang huruf hiragana yang selalu kau tulis dimanapun itu, sayang.
Aku tak ingin mengupas luka itu lagi.
Karena ternyata, orang yang dulu pernah berkata.
“Aku nggak mau ngecewain dia…”
itu, ingkar sendiri pada ucapan yang ia cetuskan sebagai janjinya sendiri.
Untuk yang satu ini, aku merasa bersalah pernah menyandingkan namamu dengan namanya.
Tunggu! Aku ingin memastikan, bahwa sekarang ini pipi dan matamu benar-benar kering dari air mata.
Setidaknya kalau kau menangis, menangislah untuk kebahagiaanmu.
Jangan untuk orang lain yang pernah menyakitimu. Siapapun. Bahkan untuk dukamu.
Sia-sia kau membuang anugerah air mata itu untuk sebuah elegi.
Karena Tuhan menciptakan cairan bening itu untuk menemani bahagia, bukan sebaliknya.
Maka, jangan tanya kalau ada air mata di sela kebahagiaan.
Karena itu memang maksud utama Tuhan menciptakan air mata.
Untuk bahagia.
***
Aku ingin gadis itu tau, bahwa setiap genggaman jariku menaut tangannya adalah usahaku mempertahankan senja di bibirnya.
Aku ingin gadis itu tau, bahwa telinga ini selalu berusaha mendengarkan apapun yang ia ucapkan.
Aku ingin gadis itu tau, bahwa tak sedetikpun aku memperbolehkan air mata itu menitik. Bahkan setetespun.
Karena, satu tetes terjatuh, yang lainnya akan mengikuti, dan senja itu perlahan tenggelam. Jangan, sekali lagi jangan…
***
Maka, satu kata dari bibirku.
Bertahanlah…
Dan semua di sisimu akan berbalas mempertahankanmu.
***
Jangan buat aku menangis di hadapan tulisanmu lagi…
Karena aku hanya akan menangis di depan film drama mengharukan. Haha…
***
“Loh? Emang dia ngapain ke Jogja?”
Tanya mereka, saat aku tak bersamamu menghadiri acara makan-makan. Aku lelah menjawab pertanyaan yang bertubi-tubi dilayangkan orang-orang di sekitarku karena tak mendapatimu di samping bahuku.
“Check up.”
Jawabku, dengan sedikit senyum getir. Bingo! Sesuai dugaan, mereka bertanya lagi.
“Ehm, bukan apa-apa kok.”
Jawabku atas pertanyaan “emang check up buat apa?” dari mereka.
Kalimat jawabanku itu kuimbangi dengan senyuman. Bukan getir, bahkan senyuman ikhlas. Karena apa? aku optimis, sayang. Bahwa sebenarnya memang benar adanya.
Penyakit itu. Bukan. Apa. Apa. Bagimu.
***
Aku lengah sesaat, saat sebuah tulisan -secara sembunyi-sembunyi- kau ambil. Ah, itu kan hasil curcolan aneh dari batok kepala ini. Kenapa harus terbaca olehmu. Bahkan terpos secara rapih dalam blog.
Dekapan itu menghampiri kehadiranku di sebuah kelas.
“Sekarang kamu tau kan, maksud aku?”
Kataku. Berbisik. Menghadiahi keheranan teman-teman satu kelas.
***
Hadapilah dunia…
Genggam tanganku…
Mencuplik sedikit barisan kata dari ceritaku.
“Aku tau ini sulit bagimu.
Ini sulit kamu terima, bahkan aku sendiri sulit percaya.
Tapi, aku percaya kamu kuat.
Kamu mampu melewati ini semua.
Tetap tegar, walau hatimu menangis sesegukan bahkan menjerit,
tapi yakinlah,
dunia tak akan membiarkanmu berlama-lama dalam keadaan itu.
Tuhan itu adil.
Dan Dia telah menyiapkan saat dimana dunia akan membuatmu tersenyum bahkan tertawa bahagia.
Tunggulah, akan kutemani,
karena aku juga menunggu saat itu.”
-Biar Hujan yang Memayungiku-aiyas mutiara
dan sebuah kalimat lain tercetus dalam barisan tulisan singkatku, berharap memberi pengaruh besar atas kamu yang mulai drop.
“Kamu itu udah tegar. Udah terlalu kuat. Dan sekarang, kalo kamu mau nangis, kamu berhak dapet bahuku buat tempat kamu nangis.”
Dan tepat saat tulisan itu terkirim, air mata ini ternyata tak sanggup berbetah dalam kelenjarnya. Aku menangisi sebuah kalimat yang aku tujukan kepada orang agar tak menangis. Sedikit aneh memang.
***
Mungkin cairan merah pekat itu boleh menjadikanku takut.
Akan segala hal.
Namun, aku percaya.
Tuhan terlalu sayang padamu, hingga Ia sendiri tidak tega memudarkan senyuman senja menenangkan milikmu.
Dan karena itu, aku ada.
Menemani derap langkahmu menaut jemari agar tak ada satupun dari kesepuluhnya melonggar.
Menciptakan gelak tawa antarsahabat.
Membentuk senja abadi, seabadi yang kita bisa.
***
Because of you, I never stray too far from the sidewalk.
***
When my world is falling apart
When there’s no light to break up the dark
That’s when I look at you
When the waves are flooding the shore, and I can’t find my way home anymore…
That’s when I look at you…
You appear just like a dream to me
Just like kaleidoscope colors that
Prove to me
All I need, every breath that I breathe
Don’t ya know
You beautiful…
***
You’re beautiful, but you don’t know…Can’t see what’s there inside your soul. Always feeling like you’re not good enough. You wish you could be someone else. Sometimes you just can’t see yourself. But I can see just, who you are…Who you are
You’re exceptional the way you are. Don’t need to change for nobody. You’re incredible anyone can see that. When will you believe that? You are nothing but exceptional.
You never think you measure up, never smart or cool, or pretty enough. Always feeling different from all the rest. You feel so out of place, you think you don’t fit in. I think you’re perfect in the skin you’re in. you’re just perfect just how you are just how you are
You’re exceptional the way you are. Don’t need to change for nobody. You’re incredible anyone can see that. When will you believe that? You are nothing but exceptional.
***
Because this lives too long and this loves to strong
So baby know for show that I’ll never let you go…
***
Just this.
I beg you to promise me.
That no tears will fall from your eyes…
***
If you need some space to cry and tell your problem, you can use my shoulder. But, if you in a good condition, it was more than better.
Tegar itu proses menuju tahap kedewasaan. Nggak penting seberapa kuat kamu tegar, tapi seberapa kamu ikhlas melakukan sebuah dedikasi berharga dari pertahanan air mata yang orang sebut ‘tegar.’
Wish, God bless this way, so you can reach the thing that you want.
Ada kalanya kesabaran memuncak, dan akhirnya bukan marah yang nampak, tapi buliran air dari pelupuk mata yang meruak. Kau bilang, mereka jahat, hingga sebuah keputus asaan mendarat di benakmu.
Tapi, tanpa kau sadari ada orang-orang yang ikut terluka melihat air matamu, selain orang tuamu. Sadarlah bahwa keperdulian asih ada di genggamanmu dari orang-orang yang menyayagimu lebih dari yang kau kira.
Dan, mereka menjadikanmu panduan. Bahkan menganggapmu seperti sosok kakak panutan. Yang setiap saat ingin selalu ada bersama senyummu. Oleh karena itu, orang itu menyebutmu ‘uni’ (kakak)
Tuhan punya rencana mengapa semuanya terjadi padamu. Dan biarkan mereka! Buatlah orang-orang yang menyakitimu, menyesal melakukan hal itu padamu. Caranya?
‘teruslah tersenyum pada mereka, APAPUN YANG TERJADI.’
085786335611 hubungi nomor ini, jika anda percaya masih ada seorang sahabat yang akan membantu anda tersenyum pada ‘mereka’ bahkan, pada dunia. Keep smile, byuti.
U know wht, I dnt believe wht d mean of ‘bestie’ before I met u.
(ini beberapa pesan yang pernah terkirim untuk gadis itu dariku.)
***
Aku tersenyum geli, saat banyak dari para pemuda menginginkan ada di sisimu. Mereka memuja-muja wajahmu yang kelewat rupawan itu. Mereka merindukan senyuman senja itu. Seakan menjadi garansi, bahwa kamu memang benar-benar berharga di mata mereka. Di mataku. Dan keluargamu.
Tatap mata orang-orang terkasihmu sebelum air mata itu merebak, dan jangan biarkan mereka terjun bebas ke lekukan pipi putihmu. Karena tetesan-tetesan itu akan semakin melukai orang-orang yang mencintaimu.
Jangan biarkan mereka menangis duka karenamu, jadikan air mata mereka adalah air mata bungah.
***
Jemari ini melantun sendiri.
Mungkin rindu akan guratan senja itu pada bibir sang gadis.
Kumohon, torehkan lagi, bukan hanya untukku, tapi pada mereka semua…
***
Dari sahabat untuk sahabat.
(Pecinta angka tujuh ini, tampaknya mengirimkan tujuh lembar (di atas) ini untuk sahabatnya. Tolong dibaca, dan jangan tertawa jika hasilnya menggelikan. ;p. oiya, makasih lagunya sayang… Demi Lovat-Gift Of A Friend masuk daftar lagu most favoritku sekarang! Aih… :’D)
Tuhan…
jangan biarkan
segala senyuman ini memudar…
Who I am? Let me to introduce my self. Oh, forget it.
Untuk seseorang yang entah mengapa membuat aku selalu berpikir.
Apa yang ada di kepalanya.
Senyuman Senja Itu
***
Aku berjalan menuju sebuah barisan di tengah lapangan. Seragam putihbiru-ku –walau sudah 3 tahun menemaniku- juga masih rapi lengkap dengan lipatan hasil jerih payah sang benda bernama seterika. Haha, aku ini murid baru di sebuah sekolah menengah atas. Sudah kenal, kan? Aku Laras, yang entah bagaimana terpanggil sebagai ‘Aiyas’…
Aah, ini memang bukan suasana yang asing, bagaimana tidak, teman-temanku ada di sini, kelima soulmate-ku berjejer rapih di sisi-sisiku. Walau dua diantara kami tidak masuk dalam kelas yang sama.
Aku menoleh ke belakang, melihat deretan calon teman-teman baruku. Ada beberapa yang aku kenal, karena mereka satu sekolah –yang lama- denganku, bahkan teman sekelasku pun melambai sambil berbisik ‘kita sekelas!’.
Lalu mata bening ini menuju dua orang di belakang sana. Keduanya perempuan, dan aku mengenalnya. Kami satu ekskul di sekolah yang lama. Seorang gadis dengan hidung mancung tapi kelewat polos orangnya, dan yang lain adalah…
“Yunitaaa!!!”
***
Untuk orang yang namanya ku teriakkan tadi.
Hei, aku dalam proses pembuatan personal novelku saat ini –oke, novel butut nan amatir memang- . Kau tau sayang, aku menghabiskan waktuku untuk project itu, dan sekarang, aku menyempatkan untuk menulis –hey, maksudku mengetik tentunya- ini untukmu.
***
Tuhan itu maha koordinasi terhebat kurasa. Karena apa? Beliau mampu membimbing organ lain untuk menjadi pantulan organ yang lain juga.
Ah, begini maksudku.
Aku senang.
Dan apa yang terjadi?
Koordinasi syaraf otakku mengisyaratkan untuk menyunggingkan tinggi-tinggi sudut bibirku.
Tersenyum, namanya.
Membuat perasaan senang dalam hati tersalur sempurna ke lekukan otak, lalu memproyeksikan dirinya dalam bibir ini.
Memperindah arti dari perasaan bungah itu sendiri.
Gadis itu memiliki senyuman yang berbeda.
Pancaran auranya terpantul menyilaukan saat ia memamerkan senyum itu.
Serasa menenangkan, bukan?
Ah…
Tak perlu lagi aku mencari barat untuk melihat senja berpijak, di mata timur pun aku dapat melihat guratan oranye itu, apabila kamu yang berdiri di sana.
Klise.
Picisan bahkan.
***
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Ya, tak ada yang abadi. Segala ciptaan maha super sempurna milik Nya, ternyata tak ada yang seabadi dunia putih yang dielu-elukan sebagai surga di akhirat.
Karena baru saja, gadis itu mengeluh padaku tentang apa yang dirasakannya sedikit janggal.
“Sakiiit…”
Bibir itu menggumamkan sebuah kata. Yang simpel, tapi… sedikit melumerkan senyumannya itu. Aku bilang hanya sedikit, karena aku tak ingin kehilangan senja itu.
Benar-benar tak menginginkannya.
“Kalo nggak ada yang nganter, biar aku temenin kamu ke dokter. Pokoknya harus di perikasain.”
Itu dialog-ku saat kau –entah ke berapa kali- mengeluh sambil memegang kuat-kuat alat vital pernafasanmu.
Kamu tau, seratus persen aku optimis bahwa penyakit itu tak akan berbahaya. Tak akan secara gamblang menyakitkanmu. Tak akan dan tak pernah akan.
Namun, semuanya sedikit meruntuhkan. Senyumanku. Cukup senyumanku yang runtuh. Jangan milikmu…. Jangan.
***
Aku tak akan mengulas tentang huruf hiragana yang selalu kau tulis dimanapun itu, sayang.
Aku tak ingin mengupas luka itu lagi.
Karena ternyata, orang yang dulu pernah berkata.
“Aku nggak mau ngecewain dia…”
itu, ingkar sendiri pada ucapan yang ia cetuskan sebagai janjinya sendiri.
Untuk yang satu ini, aku merasa bersalah pernah menyandingkan namamu dengan namanya.
Tunggu! Aku ingin memastikan, bahwa sekarang ini pipi dan matamu benar-benar kering dari air mata.
Setidaknya kalau kau menangis, menangislah untuk kebahagiaanmu.
Jangan untuk orang lain yang pernah menyakitimu. Siapapun. Bahkan untuk dukamu.
Sia-sia kau membuang anugerah air mata itu untuk sebuah elegi.
Karena Tuhan menciptakan cairan bening itu untuk menemani bahagia, bukan sebaliknya.
Maka, jangan tanya kalau ada air mata di sela kebahagiaan.
Karena itu memang maksud utama Tuhan menciptakan air mata.
Untuk bahagia.
***
Aku ingin gadis itu tau, bahwa setiap genggaman jariku menaut tangannya adalah usahaku mempertahankan senja di bibirnya.
Aku ingin gadis itu tau, bahwa telinga ini selalu berusaha mendengarkan apapun yang ia ucapkan.
Aku ingin gadis itu tau, bahwa tak sedetikpun aku memperbolehkan air mata itu menitik. Bahkan setetespun.
Karena, satu tetes terjatuh, yang lainnya akan mengikuti, dan senja itu perlahan tenggelam. Jangan, sekali lagi jangan…
***
Maka, satu kata dari bibirku.
Bertahanlah…
Dan semua di sisimu akan berbalas mempertahankanmu.
***
Jangan buat aku menangis di hadapan tulisanmu lagi…
Karena aku hanya akan menangis di depan film drama mengharukan. Haha…
***
“Loh? Emang dia ngapain ke Jogja?”
Tanya mereka, saat aku tak bersamamu menghadiri acara makan-makan. Aku lelah menjawab pertanyaan yang bertubi-tubi dilayangkan orang-orang di sekitarku karena tak mendapatimu di samping bahuku.
“Check up.”
Jawabku, dengan sedikit senyum getir. Bingo! Sesuai dugaan, mereka bertanya lagi.
“Ehm, bukan apa-apa kok.”
Jawabku atas pertanyaan “emang check up buat apa?” dari mereka.
Kalimat jawabanku itu kuimbangi dengan senyuman. Bukan getir, bahkan senyuman ikhlas. Karena apa? aku optimis, sayang. Bahwa sebenarnya memang benar adanya.
Penyakit itu. Bukan. Apa. Apa. Bagimu.
***
Aku lengah sesaat, saat sebuah tulisan -secara sembunyi-sembunyi- kau ambil. Ah, itu kan hasil curcolan aneh dari batok kepala ini. Kenapa harus terbaca olehmu. Bahkan terpos secara rapih dalam blog.
Dekapan itu menghampiri kehadiranku di sebuah kelas.
“Sekarang kamu tau kan, maksud aku?”
Kataku. Berbisik. Menghadiahi keheranan teman-teman satu kelas.
***
Hadapilah dunia…
Genggam tanganku…
Mencuplik sedikit barisan kata dari ceritaku.
“Aku tau ini sulit bagimu.
Ini sulit kamu terima, bahkan aku sendiri sulit percaya.
Tapi, aku percaya kamu kuat.
Kamu mampu melewati ini semua.
Tetap tegar, walau hatimu menangis sesegukan bahkan menjerit,
tapi yakinlah,
dunia tak akan membiarkanmu berlama-lama dalam keadaan itu.
Tuhan itu adil.
Dan Dia telah menyiapkan saat dimana dunia akan membuatmu tersenyum bahkan tertawa bahagia.
Tunggulah, akan kutemani,
karena aku juga menunggu saat itu.”
-Biar Hujan yang Memayungiku-aiyas mutiara
dan sebuah kalimat lain tercetus dalam barisan tulisan singkatku, berharap memberi pengaruh besar atas kamu yang mulai drop.
“Kamu itu udah tegar. Udah terlalu kuat. Dan sekarang, kalo kamu mau nangis, kamu berhak dapet bahuku buat tempat kamu nangis.”
Dan tepat saat tulisan itu terkirim, air mata ini ternyata tak sanggup berbetah dalam kelenjarnya. Aku menangisi sebuah kalimat yang aku tujukan kepada orang agar tak menangis. Sedikit aneh memang.
***
Mungkin cairan merah pekat itu boleh menjadikanku takut.
Akan segala hal.
Namun, aku percaya.
Tuhan terlalu sayang padamu, hingga Ia sendiri tidak tega memudarkan senyuman senja menenangkan milikmu.
Dan karena itu, aku ada.
Menemani derap langkahmu menaut jemari agar tak ada satupun dari kesepuluhnya melonggar.
Menciptakan gelak tawa antarsahabat.
Membentuk senja abadi, seabadi yang kita bisa.
***
Because of you, I never stray too far from the sidewalk.
***
When my world is falling apart
When there’s no light to break up the dark
That’s when I look at you
When the waves are flooding the shore, and I can’t find my way home anymore…
That’s when I look at you…
You appear just like a dream to me
Just like kaleidoscope colors that
Prove to me
All I need, every breath that I breathe
Don’t ya know
You beautiful…
***
You’re beautiful, but you don’t know…Can’t see what’s there inside your soul. Always feeling like you’re not good enough. You wish you could be someone else. Sometimes you just can’t see yourself. But I can see just, who you are…Who you are
You’re exceptional the way you are. Don’t need to change for nobody. You’re incredible anyone can see that. When will you believe that? You are nothing but exceptional.
You never think you measure up, never smart or cool, or pretty enough. Always feeling different from all the rest. You feel so out of place, you think you don’t fit in. I think you’re perfect in the skin you’re in. you’re just perfect just how you are just how you are
You’re exceptional the way you are. Don’t need to change for nobody. You’re incredible anyone can see that. When will you believe that? You are nothing but exceptional.
***
Because this lives too long and this loves to strong
So baby know for show that I’ll never let you go…
***
Just this.
I beg you to promise me.
That no tears will fall from your eyes…
***
If you need some space to cry and tell your problem, you can use my shoulder. But, if you in a good condition, it was more than better.
Tegar itu proses menuju tahap kedewasaan. Nggak penting seberapa kuat kamu tegar, tapi seberapa kamu ikhlas melakukan sebuah dedikasi berharga dari pertahanan air mata yang orang sebut ‘tegar.’
Wish, God bless this way, so you can reach the thing that you want.
Ada kalanya kesabaran memuncak, dan akhirnya bukan marah yang nampak, tapi buliran air dari pelupuk mata yang meruak. Kau bilang, mereka jahat, hingga sebuah keputus asaan mendarat di benakmu.
Tapi, tanpa kau sadari ada orang-orang yang ikut terluka melihat air matamu, selain orang tuamu. Sadarlah bahwa keperdulian asih ada di genggamanmu dari orang-orang yang menyayagimu lebih dari yang kau kira.
Dan, mereka menjadikanmu panduan. Bahkan menganggapmu seperti sosok kakak panutan. Yang setiap saat ingin selalu ada bersama senyummu. Oleh karena itu, orang itu menyebutmu ‘uni’ (kakak)
Tuhan punya rencana mengapa semuanya terjadi padamu. Dan biarkan mereka! Buatlah orang-orang yang menyakitimu, menyesal melakukan hal itu padamu. Caranya?
‘teruslah tersenyum pada mereka, APAPUN YANG TERJADI.’
085786335611 hubungi nomor ini, jika anda percaya masih ada seorang sahabat yang akan membantu anda tersenyum pada ‘mereka’ bahkan, pada dunia. Keep smile, byuti.
U know wht, I dnt believe wht d mean of ‘bestie’ before I met u.
(ini beberapa pesan yang pernah terkirim untuk gadis itu dariku.)
***
Aku tersenyum geli, saat banyak dari para pemuda menginginkan ada di sisimu. Mereka memuja-muja wajahmu yang kelewat rupawan itu. Mereka merindukan senyuman senja itu. Seakan menjadi garansi, bahwa kamu memang benar-benar berharga di mata mereka. Di mataku. Dan keluargamu.
Tatap mata orang-orang terkasihmu sebelum air mata itu merebak, dan jangan biarkan mereka terjun bebas ke lekukan pipi putihmu. Karena tetesan-tetesan itu akan semakin melukai orang-orang yang mencintaimu.
Jangan biarkan mereka menangis duka karenamu, jadikan air mata mereka adalah air mata bungah.
***
Jemari ini melantun sendiri.
Mungkin rindu akan guratan senja itu pada bibir sang gadis.
Kumohon, torehkan lagi, bukan hanya untukku, tapi pada mereka semua…
***
Dari sahabat untuk sahabat.
(Pecinta angka tujuh ini, tampaknya mengirimkan tujuh lembar (di atas) ini untuk sahabatnya. Tolong dibaca, dan jangan tertawa jika hasilnya menggelikan. ;p. oiya, makasih lagunya sayang… Demi Lovat-Gift Of A Friend masuk daftar lagu most favoritku sekarang! Aih… :’D)
Tuhan…
jangan biarkan
segala senyuman ini memudar…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar