Aishiteru
Walau raga kita terpisah jauh, namun hati kita selalu dekat,
bila kau rindu pejamkan matamu
dan rasakan aku
kekuatan cinta kita takkan pernah rapuh
terhapus ruang dan waktu
percayakan kesetiaan ini
pada ketulusan
‘Aishiteru. . .’
“Hmf…”
Shilla menyudahi alunan lagu winamp di laptopnya. Mendengar lagu itu tampaknya menyindir hatinya sendiri. Memangnya gampang hidup jauh dari pacar sendiri? Zivilia boleh dengan gampang membuat lirik lagu seperti itu, tapi kenyataan lain, Guys! Nggak sesederhana itu. Memang sih, hanya memejamkan mata dan membayangkan wajahnya yang bisa Shilla lakukan kalau sedang rindu dengan kekasihnya itu. Tapi, itu justru bikin hati makin sakit mengingat jauhnya jarak yang memisahkannya.
Shilla memandangi fotonya bersama seorang cowok di layar wallpaper laptopnya. Dua orang yang saling bersandar sambil memamerkan permen lolipop warna merah. Si cowok memasang tampang cool tapi lucu dengan kacamata besar geek-nya dan jaket plus kaos gambar tazmania, sedang si cewek membiarkan rambutnya tergerai lepas dan meletakan permen loli-nya di ujung bibir. Tangan si cowok merangkul pundak si cewek.
“Hmf…” lagi-lagi Shilla mendesah mengingat saat foto itu diambil 2 tahun yang lalu. Ya, Shilla ditinggal sang pacar kurang lebih 2 tahun yang lalu. Dua tahun juga mereka menjalani LDR (Long Distance Relationship) alias pacaran jarak jauh. Katanya, cowoknya mau kuliah di London, dan tiap tahun bakal balik ke Indonesia nengokin Shilla, tapi ternyata nggak, tahun kemarin cowok itu nggak datang. Dan sekarang, Shilla nggak yakin pacarnya itu akan datang di tahun ini. Bahkan 5 bulan terakhir ini antara mereka berdua jarang ada komunikasi lagi.
Shilla berjalan ke arah balkon kamarnya, ternyata tanpa ia sadari di luar hujan gerimis. Sungguh malam yang tidak menyenangkan. Shilla masuk lagi. Merebahkan tubuhnya di kasur. Lalu menguap. Ia rasa kantuk mulai menyerang, padahal baru jam 8 malam. Shilla memejamkan matanya, dan yang pertama muncul dalam pejaman mata Shilla adalah wajah itu... wajah...
“Rio?!” pekik Shilla yang mendapati tulisan itu terpampang jelas di layar hapenya.
‘RioMyHoney calling’
“Ha, halo?” kata Shilla gugup, terang aja, Shilla baru aja mikirin Rio dan sekarang dia telpon. Ikatan batin emang beneran ada!
“Hai, honey. . .” balas Rio. Shilla tersenyum.
-flashback-
3 tahun yang lalu. . .
Shilla berdiri di hadapan sebuah pemandangan yang nggak pernah dia lihat sebelumnya, sebuah hamparan danau dengan mudah terlihat dari tempatnya berdiri sekarang. Dari puncak bukit. Ditambah kunang-kunang yang membuat suasana lebih romantis menghiasi malam ini.
“Yo, it’s amazing!” kata Shilla tanpa lepas memandang tempat itu.
“Kamu suka?” tanya Rio juga tak lepas dari pemandangan itu.
Shilla mengangguk, “Suka banget.”
“Aku sengaja pilih tempat ini buat nyatain semuanya ke kamu, Shill.”
Shilla mengalihkan pandangan dan memandang lawan bicaranya lekat-lekat, “Nyatain? Nyatain... a, apa maksud loe?”
Bukannya jawab, Rio malah menampilkan senyuman termanisnya “Liat deh!” Rio menunjuk ke belakang Shilla, dan Shilla menurutinya. Betapa terkejutnya Shilla saat melihat di tengah danau terdapat banyak piring kecil berisi lilin yang menyala dan membentuk tulisan.
‘I love u’
Shilla terpaku melihatnya. Seorang Rio yang selama ini ia kenal cengengesan bisa seromantis ini menyatakan cinta. Cinta? Rio cinta gue? Ini sangat romantis... Shilla merasakan genggaman seseorang di tangannya, yang berhasil menyadarkan Shilla dari alam lamunan.
“Apa jawaban kamu, Shilla?” tanya Rio memandang dalam kedua mata Shilla.
“ini tulus…” kata Rio lagi, “dari… sini.” lanjutnya sambil mengarahkan tangan Shilla ke arah dada Rio. Shilla makin beku, ia tak tau harus apa lagi. Sepertinya seluruh kemampuannya berbicara sudah terenggut oleh senyum manis Rio itu.
“Will you be my angel?” tanya Rio sekali lagi. Shilla masih terbisu, rasanya ingin menangis. Ini terlalu indah untuk ditulis dalam bentuk cerita pendek seperti ini.
“Ya. I will, Yo” jawab Shilla akhirnya. Senyum Rio merekah. Sebuah dekapan diterima Shilla. Dekapan hangat seorang cowok yang mulai saat itu jadi miliknya dan memilikinya...
***
“Gimana yang ini?” tanya Shilla sekeluarnya dari kamar pas sebuah mall dan mengenakan dress hijau selutut meminta pendapat Rio, pacarnya. Rio menggeleng.
“That’s look bad, Beb.” jawabnya. Wajah Shilla murung. Pasalnya udah berbelas-belas baju dicobanya, tapi selalu aja dapet respon jelek dari Rio.
“Terus yang mana?” tanya Shilla duduk di samping Rio putus asa.
“Jangan manyun ah. Jelek tauk!” goda Rio mencolek hidung Shilla.
“Habis, semua baju pilihan aku kamu bilang jelek. Pake apa aku ke promnite ntar malem?”
Rio tersenyum geli melihat wajah pacarnya yang bete abis itu, “Habisnya pilihan kamu jelek semua sih!” kata Rio.
“Ih Rio! Bukannya bantuin, malah ngejek aku. Ngambek ah!”
“Ye, ngambek kok pengumuman?” Rio mencolek dagu Shilla.
“Biar kamu rayu aku!”
“Maunya...”
“Mau dong.”
“Okedeh. Shilla cantik jangan ngambek dong!” rayu Rio dengan wajah tercute-nya. Aich, Shilla nggak tahan liatnya. Ini nih yang bikin Shilla demen ngambek. Mukanya Rio itu looh. >,< “Masih ngambek?” goda Rio lagi. “Masih.” jawab Shilla ‘sok’ jutek. “Masa sih? Kok pipinya merah gitu? Meleleh liat aku yang cakep ini, ya?” “Ih, Rio! Apadeh...” bales Shilla menoyor muka cowoknya. ‘padahal bener. Gue meleleh liat elo, yo. Loe kyut be ge te sih.’ “Ok. Kita berburu lagi!” kata Rio beranjak dari duduknya. “Berburu apa?” tanya Shilla tetap duduk. “Kamu lupa tujuan awal kita ke sini? Kita mau cari baju buat kamu ke promnite nanti malem, kan?” “Bukannya baju pilihan aku nggak ada yang bagus?” “Siapa yang mau pake pilihan kamu? GR!” ledek Rio yang sontak bikin muka Shilla manyun lagi, “Kalo pilihan kamu jelek. Pake pilihan aku dong. Selama ini pilihan aku nggak pernah salah, kan?” “Hih, masa sih?” Shilla sewot, “Buktinya?” “Mau bukti?” tanya Rio, Shilla mengangguk, “buktinya aku nggak salah milih kamu, kan?” Kata-kata Rio barusan sukses bikin bulshing pipi Shilla. Shilla jadi semangat buat cari baju lagi. “Ayo. Ikut nggak?” pancing Rio. “Ikut! Makasi, Beby! Aishiteru. Ayo kita keliling lagi!” Shilla menemukan semangatnya lagi, diapitnya lengan Rio. “Shiteru sih shiteru, Beb. Tapi bajunya balikin dulu dong! Itu baju nggak jadi kamu beli, kan?” Shilla melihat dress yang dikenakannya, dress hijau punya mall. “liat tuh! Mbaknya nungguin!” kata Rio lagi, menunjuk petugas mall. Shilla melirik mbak petugas mall yang udah bete abis nungguin baju Shilla. Shilla cuma cengar cengir, Rio mengacak rambut pacarnya itu penuh sayang. “hehe...” *** Sebuah jazz merah parkir di depan gedung pesta. Seorang cowok keluar dengan gagahnya dari kursi kemudi. Dialah Rio yang tampak keren dengan kemeja hitam dipadu setelan jas abu-abu tua dan dasi hitam. Sebentar saja tatapan orang sekitar langsung menatap kagum Rio. Lalu, dengan santai Rio menuju pintu yang lain, membukanya dan mengarahkan tangannya agar diraih oleh seorang cewek yang duduk di kursi itu. “Come on, my angel.” katanya dibonusi senyuman. Cewek yang ada di dalam pun keluar dari mobil sambil menggandeng tangan Rio. Shilla cantik banget malam ini dengan gaun panjang model kemben warna merah hati. Di bagian roknya bergelombang. Sungguh bak putri dan pangerannya. Seketika tatapan cewek-cewek sekitar berubah kecewa melihat Rio sudah dimiliki seseorang. Pasangan Rio-Shilla masuk ke ruang pesta itu. Prom Nite adalah pesta tanda tamat SMA. Sekedar merayakan kelulusan mereka yang berhasil menamatkan masa sekolah. Siswa siswi SMA Rajawali merayakan kelulusan mereka. Shilla menatap cowok yang menggenggam tangannya lembut, nggak ada yang lebih membuatnya bahagia selain bersanding dengan seseorang yang dia sayang. Seperti saat ini. “Kok sampe sebegitunya ngeliatin aku?” tanya Rio. “Aku bahagia punya kamu.” jawab Shilla to the poin. Seketika Rio mengalihkan wajahnya. Entah mengapa ia merasakan wajahnya panas. Ia hampir mimisan liat wajah Shilla yang 2x lipat lebih manis dari biasanya. Rio takut Shilla memergoki wajahnya memerah. “Yo? Kok diem?” tanya Shilla. “Eh? eng, enggak kok.” Rio makin salting. Shilla yang heran mencoba melihat wajah pacarnya yang aneh itu. “Haiyo... Kok merah gitu mukanya?” goda Shilla. “Ah, apa siy, Shil. Nggak merah kok.” “Udahlah, Beb. Nggak usah ngeles! Keliatan tuh!” “Ah, Shilla...” Rio makin salting. “Woy, Yo!” panggil seseorang, entah siapa yang jelas Rio berterima kasih banget sama tuh orang yang udah mengalihkan pembicaraan Shilla. Bisa mimisan beneran kalo Shilla masih kaya tadi. “Eh, Vano. Apa kabar?” sapa Rio yang mendapati sohibnya, Vano. “Baik. Widih, cewek loe, Yo?” tanya Vano menunjuk Shilla. Vano emang belum kenal ama Shilla karena dia baru aja pulang dari liburan ke Singapura. “Iya ni, Van. Kenalin ini Shilla, cewek gue. Shil, ini Vano temen ngeband aku” “Vano.” kata Vano menjulurkan tangan kanannya. “Shilla.” jawap Shilla membalas uluran tangan Vano. “Woy! Jangan lama-lama!” omel Rio melepas jabatan tangan Vano dan Shilla. “Hehe…” Vano cuma nyengir. “Sendirian loe, Van?” “Kagak lah. Gue bawa cewek gue juga, Yo. Nggak mau kalah gue ama loe.” “Mana?” “Tuh.” Vano menunjuk ke arah cewek berambut panjang hasil smoothing menuju ke arahnya. “Ada apa, Vano?” tanya cewek itu setelah menghampiri pacarnya. “Ini loh, Beb. Aku mau kenalin kamu ke sobat aku. Yo, kenalin this is my girlfriend, Via. Via ini Rio dan Shilla.” “Via..” kata Via ramah. “Rio.” “Shilla.” “Beb, mau aku ambilin minum?” tawar Rio pada Shilla yang mengangguk. “Kamu mau minum, Say?” tanya Vano nggak mau kalah. “Iya deh.” Jawab singkat Via. Dua cowok keren itu mengambil minum untuk pujaan hati masing-masing. “Vano lucu, ya?” kata Shilla membuka percakapan. “Yah. Dia emang kaya gitu. Udah 3 taun aku jadi ceweknya.” “Kok aku belum pernah liat loe di SMA Rajawali, siy?” “Jelaslah. Sekolah aku di Singapur.” “Oh.” “Lama banget sih si Vano? Samperin yuk!” ajak Via. “Hayuk!” Rio dan Vano ngobrol di dekat meja minuman. “Udah jalan berapa bulan, Yo?” tanya Vano. “Baru aja kok. Sekitar 2 bulan.” “Oh. Ditinggal ke Singapur bentar aja udah dapet pacar nih sohib gue.” “Haha. Bisa aja loe. Si Via yang sering loe ceritain itu, Van?” “Yap. Gimana? Cantik, kan? Akhirnya gue nggak perlu LDR lagi sama dia, Yo.” “Oya? Emangnya kenapa?” “He-em. Gue mau ke pindah ke Singapur, Yo.” “Wah, seneng dong loe!” Rio menepuk bahu Vano, “Hmf, gue yang mau LDR malah, Van.” “Hah? Maksud loe?” “Iya, Van. Padahal baru jadian, tapi gue malah disuruh kuliah di London sama bokap.” “Hah? Yakin loe, Yo? Berapa tahun?” “Empat taun. Tapi tiap taun gue balik ke Indonesia.” “Loe yakin sanggup ninggalin Shilla selama itu?” “Gue juga nggak tau, Van. Tapi ini impian gue dari dulu.” “Tapi London itu jauh, Yo. 4 tahun itu lama. Dan satu lagi, LDR itu susah, Yo...” Vano menepuk bahu Rio. “Apa?!” pekik seseorang dari belakang Rio. Rio dan Vano menoleh. “Shil, Shilla?!” Shilla berdiri di sana sambil berkaca-kaca. “Kamu nggak serius soal LDR itu kan, Yo?” “Ma, maaf, Shil…” Rio menunduk. “Kamu nggak serius, kan??” “Aku serius, Shil. Itu semua bener.” Rio mencoba memegang tangan Shilla, tapi Shilla menepisnya. Shilla tak kuasa menahan tangisnya. Ia berjalan mundur dan menangis lalu berlari ke mobil. Shilla sesegukan di dalam mobil. Nggak percaya sama apa yang dia dengar barusan. Rio? Rio bakal ninggalin gue selama 4 taun? Gue nggak yakin bisa sanggup tanpa loe, Yo. Lo nggak boleh pergi… “Shilla...” kata Rio pelan yang duduk di sampingnya. “Shil... aku...” “Aku nggak mau kamu pergi!!” bentak Shilla. “Shilla tapi...” “Rio!” Shilla memandangi Rio, “Aku sayang sama kamu, kita baru aja jadian, kamu tega tinggalin aku? Kamu tega, Yo?!” Rio menunduk, pilihan tersulit dalam hidupnya. Cita atau cinta? London atau Shilla? “Shilla, asal kamu tau. Jadi pengacara itu impian aku. Dan cuma London yang bisa wujudin impian itu, Shil. Kamu harus ngertiin aku.” Rio berusaha tetap sabar, tapi isakan Shilla semakin menjadi. Sampai akhirnya Rio mengantar Shilla pulang, karena nggak mungkin melanjutkan pesta dalam keadaan seperti ini. “Aku pulang, ya?” pamit Rio di depan rumah Shilla. Shilla mengangguk, matanya masih sembab dan Rio mengelus rambutnya lalu menuju mobilnya. “Rio!” panggil Shilla yang menghentikan langkah Rio. Rio berbalik. “Ya?” tanya Rio. Shilla berlari menghampiri dan mendekap Rio erat. “Aku mohon, jangan pergi...” pintanya. Sekarang ini Rio dalam dilema besar. Tapi melihat Shilla yang seperti ini Rio nggak tega, dan agaknya cita-cita itu nggak terlalu penting daripada kebahagiaan Shilla. “Kamu mau aku tetep tinggal?” tanya Rio mengusap airmata yang menetes pelan di pipi Shilla. Shilla mengangguk dan menatap mata Rio dalam. Agak egois memang, tapi Shilla nggak sanggup jauh dari Rio selama itu. Rio segalanya bagi Shilla. “Huh.” Rio menghela nafas, “oke, kalo itu maumu. Aku nggak akan berangkat.” Rio mengambil keputusan. “Bener, Yo?” Shilla kembali tersenyum. “Ya. Bagiku kebahagiaan kamu yang terpenting.” “Makasih.” Rio menghela nafas. Tuhan, semoga gue nggak salah mengambil keputusan. *** Rio mengurungkan niatnya untuk melanjutkan studi ke London dan lebih memilih buat tetep tinggal di Jakarta demi Shilla. “Rio, aku seneng deh, kamu nggak jadi pergi ninggalin aku.” kata Shilla. Hari ini Rio main ke rumah Shilla, mereka ngobrol di ruang tamu sambil ngemil keripik kentang. “Semuanya aku lakuin buat kamu, Sayang.” jawab Rio membelai rambut panjang Shilla, walau dalam hati, Rio masih ingin melanjutkan cita-citanya sekolah hukum di London, tapi yah... Sekali lagi Rio nggak mau bikin Shilla, cewek yang ia sayang, sedih. ‘ting tong’ bel rumah berbunyi. “Masuk aja!” suruh Shilla. “Hai... semua.” sapa Vano yang nyembul dari pintu. “Siaang…” salam Via yang masuk setelah Vano. “Hei, bro... kok kalian tau gue di sini?” tanya Rio masih mengunyah keripiknyanya. “Tadi gue ke rumah loe. Kata Acel, loe ke sini, sekalian gue minta alamat Shilla deh.” Vano duduk dan langsung nyomot keripik kentang yang dibawa Rio. “Apa kabar, Shill? Sori kita dateng nggak bilang-bilang” kata Via yang masih aja terlihat can-tik. “Baik kok, Vi. Nggak apa-apa. Vano kan juga udah sohib-an sama Rio, jadi nggak usah sungkan.” “Emangnya ada perlu apa loe ke rumah gue, Van?” tanya Rio. “Lupa loe, Yo? Kita udah janjian mau cari gitar bareng Gabriel sama Stev, kan?” “Oiya.” Rio menepok jidatnya sendiri, “gue lupa, Van. Waduh, ya udah yuk berangkat.” “Hayuk. Ehm, Via di sini aja sama Shilla, ya?” kata Vano memegang kepala Vianya yang kemudian mengangguk. “Nggak apa-apa, kan aku tinggal sebentar?” kata Rio ke Shilla. “Jangan lama-lama, ya Beib.” “Iya. Yuk, Van. Stev pasti udah ngomel-ngomel niy.” “Ya elo, kan yang dodol!” “Hehe. Dada Shilla, sayang.” Rio dan Vano melaju dengan mobil Rio, sementara Shilla-Via ditinggal di rumah. “Kabarnya Rio mau ke London, ya?” tanya Via memulai percakapan. “Iya. Tapi nggak jadi.” Jawab Shilla. “Kenapa?” “Aku nggak mau pisah sama dia.” Via tersentak, lalu mengernyitkan keningnya. “Kok kamu ngeliatin akunya gitu?” tanya Shilla. “Kok kamu gitu sih?” tanya Via. “Gitu gimana?” “Kamu ngelarang Rio pergi?” Shilla mengangguk, “Aku nggak mau Rio ninggalin aku, Via. 4 tahun itu lama banget. Pokoknya aku nggak mau kepisah sama dia.” Via terdiam, “Itu salah, Shill...” “Maksud kamu?” “Apa yang kamu lakuin itu salah. Kalo kamu ngelarang Rio pergi, itu sama aja hancurin cita-citanya.” Shilla membisu memikirkan kebenaran ucapan Via, “kamu tau kan, kuliah di London adalah impian Rio?” Shilla menunduk dalam hatinya berkata ‘Ya. Itu memang impiannya, Vi. Aku tau banget itu. Tapi…’ “Terus kenapa kamu mau hancurin impian itu? Keegoisan kamu adalah penghambat cita-cita Rio, Shilla.” Via memeluk pundak Shilla yang sepertinya sedang menahan tangis. “Tapi itu susah, Vi! Aku nggak akan sanggup ditinggal Rio!” Shilla mulai menangis. “Rio nggak ninggalin kamu, dia pasti kembali, Shill...” “Kamu bisa bilang gitu karna kamu nggak tau!!” Shilla membentak. “Aku tau, Shill!” Via balas membentak, “Aku tau banget! 3 taun aku jauh dari Vano asal kamu tau.” Shilla tersentak, “Ka-kalian juga LDR?” “Ya. Karna aku harus sekolah di Singapura. Itu impian aku. Jadi fotografer, dan cuma Singapur yang bisa wujudin. Aku kira Vano akan nolak keputusan itu. Tapi apa? Vano 100% dukung aku. Karna dia tau bener impian aku.” Shilla masih terdiam, “kamu tau gimana bahagianya aku, waktu Vano ngebolehin aku pergi? Aku seneng banget. Akhirnya impian aku terwujud. Aku nggak perlu khawatir kehilangan Vano, karna dia bilang sehabis lulus SMA dia akan nyusul aku ke Singapur. Dan minggu depan kita berdua akan terbang ke Singapur.” Shilla beku. Betapa jahatnya dia yang melarang Rio mengejar cita-citanya. Ia sadar betapa kecewanya Rio yang punya pacar sejahat dirinya. Tangis Shilla makin kejer. Via mendekap pacar sahabat pacarnya itu. “Aku tau aku salah, Vi. Aku emang jahat.” desis Shilla dalam pelukan Via. “Aku harap kamu bisa ngerti, Shil.” *** “Kenapa kamu bawa aku ke sini? Ada hal penting yang mau kamu omongin?” tanya Rio di sebuah cafè, tadi Shilla memaksa Rio buat dinner bareng di cafè itu. “Iya, Yo. Aku mau ngomongin sesuatu yang penting bagiku.” Shilla memegang tangan Rio, lalu menatap mata lawan bicaranya, “Pergilah, Yo.” “Maksud kamu?” “Aku tau kamu pasti pengin banget kuliah di London, kan? Itu impian kamu, kan?” “Iya. Tapi aku nggak mau kamu sedih, Beb.” “Aku nggak sedih, Rio. Aku justru seneng kalo kamu bisa raih impian kamu.” “Jadi kamu ngizinin aku pergi?” tanya Rio mencari keikhlasan dalam mata Shilla. Shilla menunduk, lalu Rio mengangkat dagu Shilla yang ternyata sudah menitikkan airmata. “Tuh, kan? Kamu sedih, kan? Kamu nggak mau aku pergi. Kalo kamu nggak ngizinin aku pergi, aku nggak akan pergi, Shill. Bagiku kebahagiaanmu lebih penting.” Shilla menggenggam tangan Rio di pipinya. “Nggak, Yo. Aku nggak apa-apa. Aku baik-baik aja walau kamu ninggalin aku. Aku sadar aku udah egois. Aku akan ngehancurin impian kamu. Dan aku nggak mau itu terjadi. Aku mau pacar aku ini sukses!” Shilla mencubit pipi Rio, “Yang penting kamu harus janji bakal balik dan setia sama aku.” “Kamu yakin?” “Sangat yakin. Asal kamu janji sama yang aku bilang tadi.” “Aku janji, Shill.” Rio memeluk cewek di hadapannya itu. “Kamu udah pesen tiket pesawatnya?” tanya Shilla lagi. “Udah.” “Kapan berangkatnya?” “Harusnya besok.” “Besok?” Shilla terkejut. Rio mengangguk, “Aku pasti anter kamu ke bandara” “Makasih sayang” Shilla mendapat dekapan dari Rio. Nggak. Aku nggak sedih, Aku sayang sama kamu, Yo. Tapi aku nggak boleh egois. Impian kamu adalah kebahagiaan aku. *** “Ati-ati, ya Bro.” kata Vano memeluk sohibnya di bandara. “Loe kapan berangkat ke Singapur?” tanya Rio. “Minggu depan.” “Sama cewek loe dong?” “So pasti. Masa LDR gue udah selesai, Yo.” “Sekarang giliran gue, Van.” Rio tersenyum pahit. “Yo...” panggil Shilla bersama Via. “Vano, sini bentar deh.” ajak Via memberikan waktu untuk Shilla dan Rio berdua. “Shill, aku mau pergi, loh.” kata Rio. “Terus kenapa?” “Kamu nggak nangis?” “Aku kan udah bilang...” Shilla mencubit hidung cowok tercintanya itu, “Aku nggak sedih, kok.” Rio menatap dalam-dalam mata Shilla dan menemukan air bening yang siap mengalir, segera Rio memeluk Shilla erat dan membisikan sesuatu. “Aku hanya pergi tuk sementara, bukan tuk meninggalkanmu selamanya. Aku pasti kan kembali pada dirimu tapi kau jangan nakal.” Rio melepas dekapannya dan menghapus airmata di pipi Shilla, “aku pasti kembali...” Shilla tersenyum, “Aku tunggu 4 tahun lagi. Dan kamu harus dateng sebagai pengacara sukses.” kata Shilla menampilkan senyum manisnya. “Aku pasti dateng setaun sekali, Beb.” “I’m waiting for you.” “Mee too.” “Inget sama janjimu!” “Selalu...” Rio menyenggolkan hidungnya ke hidung Shilla. Akhirnya Shilla mengikhlaskan Rio untuk meraih impiannya dan yakin suatu hari nanti ia akan memeluk Rio dan berkata. ‘Akhirnya kamu kembali…’ -flashback end- “Hai, honey...” sapa Rio dalam telpon. Shilla masih syok. “Halo Shilla? Kamu dengar aku?” “Rio? Ini kamu?” tanya Shilla hati-hati. “Iyalah, Beb. Kamu lupa?” “Ya ampun Rio aku kangen banget.” Shilla mencelos mendengar suara Rio, serasa rindunya terobati walau hanya sekian persen. “Sama sayang. Jam berapa sekarang?” “Ha?” Shilla melirik ke jam dinding, ternyata sudah jam 23.45 malam, sepertinya tadi ia tertidur, “Di sini jam 12 kurang seperempat malem, Yo.” “Oh. Udah nggak hujan, kan?” “Kayanya udah reda, mungkin masih gerimis.” “Lagi apa sayang? Kok nggak tidur?” “Tadi udah tidur. Tapi bangun lagi. Kamu lagi apa?” Shilla tanya balik. “Aku lagi mandangin bintang.” “Oya?” “Liat bintang, deh Shill.” “Kenapa?” “Liat aja.” Shilla berjalan ke balkonnya, karena mendung bintang tak terlihat sebanyak malam yang cerah. “Bintangnya sedikit, Yo.” “Iya bener juga ya. Sayang bintangnya nggak banyak. Tapi kamu liat bintang yang paling terang itu?” tanya Rio. “Iya. Ada satu.” “Itu bintang kita, Shil. Bintang yang sama-sama kita liat.” Shilla memandangi bintang itu. Matanya terpejam membayangkan wajah Rio yang jauh di sana, di London, dengan tempat dan waktu yang berbeda. Berbeda?! Shilla membuka matanya. Benar juga. Bukannya waktu London dan Indonesia beda jauh? Kalo di sini tengah malam, di London harusnya siang, kan? Terus kenapa Rio yang di London bilang lagi mandangin bintang? Itu berarti di tempat Rio lagi malem, kan? “Kenapa, Shill?” tanya Rio mendapati diamnya Shilla. “Rio, kamu dimana sekarang??” “London lah.” “Bohong! Aku tanya dimana kamu sekarang?” “Hihi. Baru nyadar? Ternyata kamu lemot juga, ya?” “Rio... Kamu dimana?” Shilla makin penasaran. “Ada deeh...” Rio menggoda. “Rio!!” “Jangan manyun ah! Jelek tauk!” “Sok tau! Emang kamu tau aku lagi manyun?” “Tau-lah. Aku bisa liat kamu dengan jelas!” “Hah? Dimana?” Shilla mengedarkan pandangannya. “Cari dong! Cepet! Udah hampir lewat tengah malem!” Rio memutuskan sambungan telponnya. Shilla mencari sosok Rio di setiap sudut jalanan kompleknya. Lalu menemukan seseorang berpayung hitam di dekat pohon. Feelingnya mengatakan itulah orang yang dicarinya. “Rio?” desisnya pelan yang berubah jadi pekikan, “Rio!!” Orang itu tak bergeming, “Rio! Rio liat ke sini !” orang itu tetap menutupi wajahnya dengan payung, “Mario!!!” Orang berpayung itu tersenyum, lalu membuka payungnya yang kemudian terbang terbawa angin. Orang itu mengenakan jaket cokelat dan memasang kapucongnya. Lalu orang itu mengangkat wajahnya dan pasang tampang tengil. Senyum Shilla mengembang, ia segera berlari turun dan menghampiri cowo yang tak lain adalah Rio. “Rio?” Shilla mendekat perlahan, kemudian Rio merentangkan tangannya agar Shilla menyambutnya. “Rio!” Shilla berlari ke arah sosok yang selama ini selalu dirindukannya. Mereka berpelukan. Dan entah mengapa tiba-tiba hujan kembali turun. Mengguyur dua sejoli yang melepas rindu. “I-ini bu-bukan mimpi, kan?” tanya Shilla speechless tak percaya. “Kamu bisa lihat sendiri, kan?” tanya Rio meyakinkan. Shilla tersenyum, “Sekarang aku mau tanya.” kata Shilla yang airmatanya bercampur dengan tetes hujan yang menderas. Rio berekspresi seperti bertanya, “apa?” “Ap kamu masih nepatin janji?” “Tentu.” “Masih setia?” “Masih.” “Balik setaun sekali?” “Hehe. Maaf taun kemaren aku nggak bisa pulang.” Rio nyengir. “Ok, karna kamu udah di sini aku maafin.” Rio tertawa melihat wajah Shilla yang sudah 2 taun tak dilihatnya. “Udah jadi pengacara sukses?” “Pastilah.” Rio mengambil sesuatu di sakunya, “Ini buktinya!” Rio menunjukan kartu namanya yang menunjukan profesinya sebagai pengacara. “Kok bisa?” tanya Shilla. “Aku kuliah sungguh-sungguh. Sampe akhirnya aku lulus ditahun kedua. Walau belum jadi pengacara hebat. Asal kamu tau, aku lakuin hal itu biar cepet ketemu kamu.” Shilla tersenyum lebar, lalu mendekap pacarnya lagi, “Makasih. Berarti kamu tinggal di sini sekarang?” “Mau kamu?” “Aku mau kamu tinggal di sini!” Shilla kembali menunjukkan ekspresi galaknya. “Maunya...” kata Rio mencubit hidung Shilla. “Maulah. Kamu juga mau, kan?” “Iya deh. Aku juga mau.” “Nah gitu dong.” Shilla menatap kedua bola mata Rio, lalu airmatanya menetes lagi, ini sangat membahagiakan. Mereka berpelukan sangat lama. “Dingin, Yo.” kata Shilla, sedari tadi mereka memang kehujanan. Rio mengambil payungnya. Dan mengenakan payung itu berdua. “Aishiteru, Shilla…” bisik Rio. “Shiteru.” “And…” Rio melihat jam tangannya, pukul 00.02 dini hari. Ini saatnya. Rio membisikkan sesuatu ke telinga Shilla, “happy valentine, Shilla…” Shilla tersentak. Benar juga sekarang tepat tanggal 14 Februari. Dan itu berarti Rio sengaja menyiapkan semua ini demi bisa mengucapkan selamat hari valentine untuknya. Ini sangat romantis. “Makasih Yo… happy valentine too…” Shilla menangis bahagia. Mereka saling pandang. Shilla memejamkan matanya, lalu Rio memberi kecupan lembut untuk Shilla. Rio, Akhirnya kamu kembali. Walau raga kita terpisah jauh, namun hati kita selalu dekat, bila kau rindu pejamkan matamu dan rasakan aku kekuatan cinta kita takkan pernah rapuh terhapus ruang dan waktu percayakan kesetiaan ini pada ketulusan ‘Aishiteru. . .’ -tamat- ***
Di Singapura.
“Hey! Whats Up, Bro! Jadi juga loe liburan ke sini.” kata Vano menyambut kedatangan tamu pasangan.
“Siapa, pah?” tanya Via di dalam.
“Liat deh, Mah.” kata Vano, “Pak pengacara terhormat sekeluarga.”
“Ya ampun. Apa kabar?” Via cipikacipiki.
“Liat nih. Vano kecil ada di sini!” kata Vano mengelus perut Via lalu mendekatkan telinganya. “kata Vano kecil, ‘hai semuaa!’gitu.”
“Apaan sih!” Via menoyor kepala Vanonya, “Ini siapa, Shill?” tanya Via.
“Iya, siapa Yo?”
“Ini Deva, anak kita” kata Yoshil bersamaan dijawab ekspresi tak percaya oleh Vano-Via.
-tamat- (again)
***
This short story is presented by Aiyas Mutiara for all LDR couple and actually for celebrate the valentine day. I hope you like it… ^.^
@AiyasMutiara
Walau raga kita terpisah jauh, namun hati kita selalu dekat,
bila kau rindu pejamkan matamu
dan rasakan aku
kekuatan cinta kita takkan pernah rapuh
terhapus ruang dan waktu
percayakan kesetiaan ini
pada ketulusan
‘Aishiteru. . .’
“Hmf…”
Shilla menyudahi alunan lagu winamp di laptopnya. Mendengar lagu itu tampaknya menyindir hatinya sendiri. Memangnya gampang hidup jauh dari pacar sendiri? Zivilia boleh dengan gampang membuat lirik lagu seperti itu, tapi kenyataan lain, Guys! Nggak sesederhana itu. Memang sih, hanya memejamkan mata dan membayangkan wajahnya yang bisa Shilla lakukan kalau sedang rindu dengan kekasihnya itu. Tapi, itu justru bikin hati makin sakit mengingat jauhnya jarak yang memisahkannya.
Shilla memandangi fotonya bersama seorang cowok di layar wallpaper laptopnya. Dua orang yang saling bersandar sambil memamerkan permen lolipop warna merah. Si cowok memasang tampang cool tapi lucu dengan kacamata besar geek-nya dan jaket plus kaos gambar tazmania, sedang si cewek membiarkan rambutnya tergerai lepas dan meletakan permen loli-nya di ujung bibir. Tangan si cowok merangkul pundak si cewek.
“Hmf…” lagi-lagi Shilla mendesah mengingat saat foto itu diambil 2 tahun yang lalu. Ya, Shilla ditinggal sang pacar kurang lebih 2 tahun yang lalu. Dua tahun juga mereka menjalani LDR (Long Distance Relationship) alias pacaran jarak jauh. Katanya, cowoknya mau kuliah di London, dan tiap tahun bakal balik ke Indonesia nengokin Shilla, tapi ternyata nggak, tahun kemarin cowok itu nggak datang. Dan sekarang, Shilla nggak yakin pacarnya itu akan datang di tahun ini. Bahkan 5 bulan terakhir ini antara mereka berdua jarang ada komunikasi lagi.
Shilla berjalan ke arah balkon kamarnya, ternyata tanpa ia sadari di luar hujan gerimis. Sungguh malam yang tidak menyenangkan. Shilla masuk lagi. Merebahkan tubuhnya di kasur. Lalu menguap. Ia rasa kantuk mulai menyerang, padahal baru jam 8 malam. Shilla memejamkan matanya, dan yang pertama muncul dalam pejaman mata Shilla adalah wajah itu... wajah...
“Rio?!” pekik Shilla yang mendapati tulisan itu terpampang jelas di layar hapenya.
‘RioMyHoney calling’
“Ha, halo?” kata Shilla gugup, terang aja, Shilla baru aja mikirin Rio dan sekarang dia telpon. Ikatan batin emang beneran ada!
“Hai, honey. . .” balas Rio. Shilla tersenyum.
-flashback-
3 tahun yang lalu. . .
Shilla berdiri di hadapan sebuah pemandangan yang nggak pernah dia lihat sebelumnya, sebuah hamparan danau dengan mudah terlihat dari tempatnya berdiri sekarang. Dari puncak bukit. Ditambah kunang-kunang yang membuat suasana lebih romantis menghiasi malam ini.
“Yo, it’s amazing!” kata Shilla tanpa lepas memandang tempat itu.
“Kamu suka?” tanya Rio juga tak lepas dari pemandangan itu.
Shilla mengangguk, “Suka banget.”
“Aku sengaja pilih tempat ini buat nyatain semuanya ke kamu, Shill.”
Shilla mengalihkan pandangan dan memandang lawan bicaranya lekat-lekat, “Nyatain? Nyatain... a, apa maksud loe?”
Bukannya jawab, Rio malah menampilkan senyuman termanisnya “Liat deh!” Rio menunjuk ke belakang Shilla, dan Shilla menurutinya. Betapa terkejutnya Shilla saat melihat di tengah danau terdapat banyak piring kecil berisi lilin yang menyala dan membentuk tulisan.
‘I love u’
Shilla terpaku melihatnya. Seorang Rio yang selama ini ia kenal cengengesan bisa seromantis ini menyatakan cinta. Cinta? Rio cinta gue? Ini sangat romantis... Shilla merasakan genggaman seseorang di tangannya, yang berhasil menyadarkan Shilla dari alam lamunan.
“Apa jawaban kamu, Shilla?” tanya Rio memandang dalam kedua mata Shilla.
“ini tulus…” kata Rio lagi, “dari… sini.” lanjutnya sambil mengarahkan tangan Shilla ke arah dada Rio. Shilla makin beku, ia tak tau harus apa lagi. Sepertinya seluruh kemampuannya berbicara sudah terenggut oleh senyum manis Rio itu.
“Will you be my angel?” tanya Rio sekali lagi. Shilla masih terbisu, rasanya ingin menangis. Ini terlalu indah untuk ditulis dalam bentuk cerita pendek seperti ini.
“Ya. I will, Yo” jawab Shilla akhirnya. Senyum Rio merekah. Sebuah dekapan diterima Shilla. Dekapan hangat seorang cowok yang mulai saat itu jadi miliknya dan memilikinya...
***
“Gimana yang ini?” tanya Shilla sekeluarnya dari kamar pas sebuah mall dan mengenakan dress hijau selutut meminta pendapat Rio, pacarnya. Rio menggeleng.
“That’s look bad, Beb.” jawabnya. Wajah Shilla murung. Pasalnya udah berbelas-belas baju dicobanya, tapi selalu aja dapet respon jelek dari Rio.
“Terus yang mana?” tanya Shilla duduk di samping Rio putus asa.
“Jangan manyun ah. Jelek tauk!” goda Rio mencolek hidung Shilla.
“Habis, semua baju pilihan aku kamu bilang jelek. Pake apa aku ke promnite ntar malem?”
Rio tersenyum geli melihat wajah pacarnya yang bete abis itu, “Habisnya pilihan kamu jelek semua sih!” kata Rio.
“Ih Rio! Bukannya bantuin, malah ngejek aku. Ngambek ah!”
“Ye, ngambek kok pengumuman?” Rio mencolek dagu Shilla.
“Biar kamu rayu aku!”
“Maunya...”
“Mau dong.”
“Okedeh. Shilla cantik jangan ngambek dong!” rayu Rio dengan wajah tercute-nya. Aich, Shilla nggak tahan liatnya. Ini nih yang bikin Shilla demen ngambek. Mukanya Rio itu looh. >,< “Masih ngambek?” goda Rio lagi. “Masih.” jawab Shilla ‘sok’ jutek. “Masa sih? Kok pipinya merah gitu? Meleleh liat aku yang cakep ini, ya?” “Ih, Rio! Apadeh...” bales Shilla menoyor muka cowoknya. ‘padahal bener. Gue meleleh liat elo, yo. Loe kyut be ge te sih.’ “Ok. Kita berburu lagi!” kata Rio beranjak dari duduknya. “Berburu apa?” tanya Shilla tetap duduk. “Kamu lupa tujuan awal kita ke sini? Kita mau cari baju buat kamu ke promnite nanti malem, kan?” “Bukannya baju pilihan aku nggak ada yang bagus?” “Siapa yang mau pake pilihan kamu? GR!” ledek Rio yang sontak bikin muka Shilla manyun lagi, “Kalo pilihan kamu jelek. Pake pilihan aku dong. Selama ini pilihan aku nggak pernah salah, kan?” “Hih, masa sih?” Shilla sewot, “Buktinya?” “Mau bukti?” tanya Rio, Shilla mengangguk, “buktinya aku nggak salah milih kamu, kan?” Kata-kata Rio barusan sukses bikin bulshing pipi Shilla. Shilla jadi semangat buat cari baju lagi. “Ayo. Ikut nggak?” pancing Rio. “Ikut! Makasi, Beby! Aishiteru. Ayo kita keliling lagi!” Shilla menemukan semangatnya lagi, diapitnya lengan Rio. “Shiteru sih shiteru, Beb. Tapi bajunya balikin dulu dong! Itu baju nggak jadi kamu beli, kan?” Shilla melihat dress yang dikenakannya, dress hijau punya mall. “liat tuh! Mbaknya nungguin!” kata Rio lagi, menunjuk petugas mall. Shilla melirik mbak petugas mall yang udah bete abis nungguin baju Shilla. Shilla cuma cengar cengir, Rio mengacak rambut pacarnya itu penuh sayang. “hehe...” *** Sebuah jazz merah parkir di depan gedung pesta. Seorang cowok keluar dengan gagahnya dari kursi kemudi. Dialah Rio yang tampak keren dengan kemeja hitam dipadu setelan jas abu-abu tua dan dasi hitam. Sebentar saja tatapan orang sekitar langsung menatap kagum Rio. Lalu, dengan santai Rio menuju pintu yang lain, membukanya dan mengarahkan tangannya agar diraih oleh seorang cewek yang duduk di kursi itu. “Come on, my angel.” katanya dibonusi senyuman. Cewek yang ada di dalam pun keluar dari mobil sambil menggandeng tangan Rio. Shilla cantik banget malam ini dengan gaun panjang model kemben warna merah hati. Di bagian roknya bergelombang. Sungguh bak putri dan pangerannya. Seketika tatapan cewek-cewek sekitar berubah kecewa melihat Rio sudah dimiliki seseorang. Pasangan Rio-Shilla masuk ke ruang pesta itu. Prom Nite adalah pesta tanda tamat SMA. Sekedar merayakan kelulusan mereka yang berhasil menamatkan masa sekolah. Siswa siswi SMA Rajawali merayakan kelulusan mereka. Shilla menatap cowok yang menggenggam tangannya lembut, nggak ada yang lebih membuatnya bahagia selain bersanding dengan seseorang yang dia sayang. Seperti saat ini. “Kok sampe sebegitunya ngeliatin aku?” tanya Rio. “Aku bahagia punya kamu.” jawab Shilla to the poin. Seketika Rio mengalihkan wajahnya. Entah mengapa ia merasakan wajahnya panas. Ia hampir mimisan liat wajah Shilla yang 2x lipat lebih manis dari biasanya. Rio takut Shilla memergoki wajahnya memerah. “Yo? Kok diem?” tanya Shilla. “Eh? eng, enggak kok.” Rio makin salting. Shilla yang heran mencoba melihat wajah pacarnya yang aneh itu. “Haiyo... Kok merah gitu mukanya?” goda Shilla. “Ah, apa siy, Shil. Nggak merah kok.” “Udahlah, Beb. Nggak usah ngeles! Keliatan tuh!” “Ah, Shilla...” Rio makin salting. “Woy, Yo!” panggil seseorang, entah siapa yang jelas Rio berterima kasih banget sama tuh orang yang udah mengalihkan pembicaraan Shilla. Bisa mimisan beneran kalo Shilla masih kaya tadi. “Eh, Vano. Apa kabar?” sapa Rio yang mendapati sohibnya, Vano. “Baik. Widih, cewek loe, Yo?” tanya Vano menunjuk Shilla. Vano emang belum kenal ama Shilla karena dia baru aja pulang dari liburan ke Singapura. “Iya ni, Van. Kenalin ini Shilla, cewek gue. Shil, ini Vano temen ngeband aku” “Vano.” kata Vano menjulurkan tangan kanannya. “Shilla.” jawap Shilla membalas uluran tangan Vano. “Woy! Jangan lama-lama!” omel Rio melepas jabatan tangan Vano dan Shilla. “Hehe…” Vano cuma nyengir. “Sendirian loe, Van?” “Kagak lah. Gue bawa cewek gue juga, Yo. Nggak mau kalah gue ama loe.” “Mana?” “Tuh.” Vano menunjuk ke arah cewek berambut panjang hasil smoothing menuju ke arahnya. “Ada apa, Vano?” tanya cewek itu setelah menghampiri pacarnya. “Ini loh, Beb. Aku mau kenalin kamu ke sobat aku. Yo, kenalin this is my girlfriend, Via. Via ini Rio dan Shilla.” “Via..” kata Via ramah. “Rio.” “Shilla.” “Beb, mau aku ambilin minum?” tawar Rio pada Shilla yang mengangguk. “Kamu mau minum, Say?” tanya Vano nggak mau kalah. “Iya deh.” Jawab singkat Via. Dua cowok keren itu mengambil minum untuk pujaan hati masing-masing. “Vano lucu, ya?” kata Shilla membuka percakapan. “Yah. Dia emang kaya gitu. Udah 3 taun aku jadi ceweknya.” “Kok aku belum pernah liat loe di SMA Rajawali, siy?” “Jelaslah. Sekolah aku di Singapur.” “Oh.” “Lama banget sih si Vano? Samperin yuk!” ajak Via. “Hayuk!” Rio dan Vano ngobrol di dekat meja minuman. “Udah jalan berapa bulan, Yo?” tanya Vano. “Baru aja kok. Sekitar 2 bulan.” “Oh. Ditinggal ke Singapur bentar aja udah dapet pacar nih sohib gue.” “Haha. Bisa aja loe. Si Via yang sering loe ceritain itu, Van?” “Yap. Gimana? Cantik, kan? Akhirnya gue nggak perlu LDR lagi sama dia, Yo.” “Oya? Emangnya kenapa?” “He-em. Gue mau ke pindah ke Singapur, Yo.” “Wah, seneng dong loe!” Rio menepuk bahu Vano, “Hmf, gue yang mau LDR malah, Van.” “Hah? Maksud loe?” “Iya, Van. Padahal baru jadian, tapi gue malah disuruh kuliah di London sama bokap.” “Hah? Yakin loe, Yo? Berapa tahun?” “Empat taun. Tapi tiap taun gue balik ke Indonesia.” “Loe yakin sanggup ninggalin Shilla selama itu?” “Gue juga nggak tau, Van. Tapi ini impian gue dari dulu.” “Tapi London itu jauh, Yo. 4 tahun itu lama. Dan satu lagi, LDR itu susah, Yo...” Vano menepuk bahu Rio. “Apa?!” pekik seseorang dari belakang Rio. Rio dan Vano menoleh. “Shil, Shilla?!” Shilla berdiri di sana sambil berkaca-kaca. “Kamu nggak serius soal LDR itu kan, Yo?” “Ma, maaf, Shil…” Rio menunduk. “Kamu nggak serius, kan??” “Aku serius, Shil. Itu semua bener.” Rio mencoba memegang tangan Shilla, tapi Shilla menepisnya. Shilla tak kuasa menahan tangisnya. Ia berjalan mundur dan menangis lalu berlari ke mobil. Shilla sesegukan di dalam mobil. Nggak percaya sama apa yang dia dengar barusan. Rio? Rio bakal ninggalin gue selama 4 taun? Gue nggak yakin bisa sanggup tanpa loe, Yo. Lo nggak boleh pergi… “Shilla...” kata Rio pelan yang duduk di sampingnya. “Shil... aku...” “Aku nggak mau kamu pergi!!” bentak Shilla. “Shilla tapi...” “Rio!” Shilla memandangi Rio, “Aku sayang sama kamu, kita baru aja jadian, kamu tega tinggalin aku? Kamu tega, Yo?!” Rio menunduk, pilihan tersulit dalam hidupnya. Cita atau cinta? London atau Shilla? “Shilla, asal kamu tau. Jadi pengacara itu impian aku. Dan cuma London yang bisa wujudin impian itu, Shil. Kamu harus ngertiin aku.” Rio berusaha tetap sabar, tapi isakan Shilla semakin menjadi. Sampai akhirnya Rio mengantar Shilla pulang, karena nggak mungkin melanjutkan pesta dalam keadaan seperti ini. “Aku pulang, ya?” pamit Rio di depan rumah Shilla. Shilla mengangguk, matanya masih sembab dan Rio mengelus rambutnya lalu menuju mobilnya. “Rio!” panggil Shilla yang menghentikan langkah Rio. Rio berbalik. “Ya?” tanya Rio. Shilla berlari menghampiri dan mendekap Rio erat. “Aku mohon, jangan pergi...” pintanya. Sekarang ini Rio dalam dilema besar. Tapi melihat Shilla yang seperti ini Rio nggak tega, dan agaknya cita-cita itu nggak terlalu penting daripada kebahagiaan Shilla. “Kamu mau aku tetep tinggal?” tanya Rio mengusap airmata yang menetes pelan di pipi Shilla. Shilla mengangguk dan menatap mata Rio dalam. Agak egois memang, tapi Shilla nggak sanggup jauh dari Rio selama itu. Rio segalanya bagi Shilla. “Huh.” Rio menghela nafas, “oke, kalo itu maumu. Aku nggak akan berangkat.” Rio mengambil keputusan. “Bener, Yo?” Shilla kembali tersenyum. “Ya. Bagiku kebahagiaan kamu yang terpenting.” “Makasih.” Rio menghela nafas. Tuhan, semoga gue nggak salah mengambil keputusan. *** Rio mengurungkan niatnya untuk melanjutkan studi ke London dan lebih memilih buat tetep tinggal di Jakarta demi Shilla. “Rio, aku seneng deh, kamu nggak jadi pergi ninggalin aku.” kata Shilla. Hari ini Rio main ke rumah Shilla, mereka ngobrol di ruang tamu sambil ngemil keripik kentang. “Semuanya aku lakuin buat kamu, Sayang.” jawab Rio membelai rambut panjang Shilla, walau dalam hati, Rio masih ingin melanjutkan cita-citanya sekolah hukum di London, tapi yah... Sekali lagi Rio nggak mau bikin Shilla, cewek yang ia sayang, sedih. ‘ting tong’ bel rumah berbunyi. “Masuk aja!” suruh Shilla. “Hai... semua.” sapa Vano yang nyembul dari pintu. “Siaang…” salam Via yang masuk setelah Vano. “Hei, bro... kok kalian tau gue di sini?” tanya Rio masih mengunyah keripiknyanya. “Tadi gue ke rumah loe. Kata Acel, loe ke sini, sekalian gue minta alamat Shilla deh.” Vano duduk dan langsung nyomot keripik kentang yang dibawa Rio. “Apa kabar, Shill? Sori kita dateng nggak bilang-bilang” kata Via yang masih aja terlihat can-tik. “Baik kok, Vi. Nggak apa-apa. Vano kan juga udah sohib-an sama Rio, jadi nggak usah sungkan.” “Emangnya ada perlu apa loe ke rumah gue, Van?” tanya Rio. “Lupa loe, Yo? Kita udah janjian mau cari gitar bareng Gabriel sama Stev, kan?” “Oiya.” Rio menepok jidatnya sendiri, “gue lupa, Van. Waduh, ya udah yuk berangkat.” “Hayuk. Ehm, Via di sini aja sama Shilla, ya?” kata Vano memegang kepala Vianya yang kemudian mengangguk. “Nggak apa-apa, kan aku tinggal sebentar?” kata Rio ke Shilla. “Jangan lama-lama, ya Beib.” “Iya. Yuk, Van. Stev pasti udah ngomel-ngomel niy.” “Ya elo, kan yang dodol!” “Hehe. Dada Shilla, sayang.” Rio dan Vano melaju dengan mobil Rio, sementara Shilla-Via ditinggal di rumah. “Kabarnya Rio mau ke London, ya?” tanya Via memulai percakapan. “Iya. Tapi nggak jadi.” Jawab Shilla. “Kenapa?” “Aku nggak mau pisah sama dia.” Via tersentak, lalu mengernyitkan keningnya. “Kok kamu ngeliatin akunya gitu?” tanya Shilla. “Kok kamu gitu sih?” tanya Via. “Gitu gimana?” “Kamu ngelarang Rio pergi?” Shilla mengangguk, “Aku nggak mau Rio ninggalin aku, Via. 4 tahun itu lama banget. Pokoknya aku nggak mau kepisah sama dia.” Via terdiam, “Itu salah, Shill...” “Maksud kamu?” “Apa yang kamu lakuin itu salah. Kalo kamu ngelarang Rio pergi, itu sama aja hancurin cita-citanya.” Shilla membisu memikirkan kebenaran ucapan Via, “kamu tau kan, kuliah di London adalah impian Rio?” Shilla menunduk dalam hatinya berkata ‘Ya. Itu memang impiannya, Vi. Aku tau banget itu. Tapi…’ “Terus kenapa kamu mau hancurin impian itu? Keegoisan kamu adalah penghambat cita-cita Rio, Shilla.” Via memeluk pundak Shilla yang sepertinya sedang menahan tangis. “Tapi itu susah, Vi! Aku nggak akan sanggup ditinggal Rio!” Shilla mulai menangis. “Rio nggak ninggalin kamu, dia pasti kembali, Shill...” “Kamu bisa bilang gitu karna kamu nggak tau!!” Shilla membentak. “Aku tau, Shill!” Via balas membentak, “Aku tau banget! 3 taun aku jauh dari Vano asal kamu tau.” Shilla tersentak, “Ka-kalian juga LDR?” “Ya. Karna aku harus sekolah di Singapura. Itu impian aku. Jadi fotografer, dan cuma Singapur yang bisa wujudin. Aku kira Vano akan nolak keputusan itu. Tapi apa? Vano 100% dukung aku. Karna dia tau bener impian aku.” Shilla masih terdiam, “kamu tau gimana bahagianya aku, waktu Vano ngebolehin aku pergi? Aku seneng banget. Akhirnya impian aku terwujud. Aku nggak perlu khawatir kehilangan Vano, karna dia bilang sehabis lulus SMA dia akan nyusul aku ke Singapur. Dan minggu depan kita berdua akan terbang ke Singapur.” Shilla beku. Betapa jahatnya dia yang melarang Rio mengejar cita-citanya. Ia sadar betapa kecewanya Rio yang punya pacar sejahat dirinya. Tangis Shilla makin kejer. Via mendekap pacar sahabat pacarnya itu. “Aku tau aku salah, Vi. Aku emang jahat.” desis Shilla dalam pelukan Via. “Aku harap kamu bisa ngerti, Shil.” *** “Kenapa kamu bawa aku ke sini? Ada hal penting yang mau kamu omongin?” tanya Rio di sebuah cafè, tadi Shilla memaksa Rio buat dinner bareng di cafè itu. “Iya, Yo. Aku mau ngomongin sesuatu yang penting bagiku.” Shilla memegang tangan Rio, lalu menatap mata lawan bicaranya, “Pergilah, Yo.” “Maksud kamu?” “Aku tau kamu pasti pengin banget kuliah di London, kan? Itu impian kamu, kan?” “Iya. Tapi aku nggak mau kamu sedih, Beb.” “Aku nggak sedih, Rio. Aku justru seneng kalo kamu bisa raih impian kamu.” “Jadi kamu ngizinin aku pergi?” tanya Rio mencari keikhlasan dalam mata Shilla. Shilla menunduk, lalu Rio mengangkat dagu Shilla yang ternyata sudah menitikkan airmata. “Tuh, kan? Kamu sedih, kan? Kamu nggak mau aku pergi. Kalo kamu nggak ngizinin aku pergi, aku nggak akan pergi, Shill. Bagiku kebahagiaanmu lebih penting.” Shilla menggenggam tangan Rio di pipinya. “Nggak, Yo. Aku nggak apa-apa. Aku baik-baik aja walau kamu ninggalin aku. Aku sadar aku udah egois. Aku akan ngehancurin impian kamu. Dan aku nggak mau itu terjadi. Aku mau pacar aku ini sukses!” Shilla mencubit pipi Rio, “Yang penting kamu harus janji bakal balik dan setia sama aku.” “Kamu yakin?” “Sangat yakin. Asal kamu janji sama yang aku bilang tadi.” “Aku janji, Shill.” Rio memeluk cewek di hadapannya itu. “Kamu udah pesen tiket pesawatnya?” tanya Shilla lagi. “Udah.” “Kapan berangkatnya?” “Harusnya besok.” “Besok?” Shilla terkejut. Rio mengangguk, “Aku pasti anter kamu ke bandara” “Makasih sayang” Shilla mendapat dekapan dari Rio. Nggak. Aku nggak sedih, Aku sayang sama kamu, Yo. Tapi aku nggak boleh egois. Impian kamu adalah kebahagiaan aku. *** “Ati-ati, ya Bro.” kata Vano memeluk sohibnya di bandara. “Loe kapan berangkat ke Singapur?” tanya Rio. “Minggu depan.” “Sama cewek loe dong?” “So pasti. Masa LDR gue udah selesai, Yo.” “Sekarang giliran gue, Van.” Rio tersenyum pahit. “Yo...” panggil Shilla bersama Via. “Vano, sini bentar deh.” ajak Via memberikan waktu untuk Shilla dan Rio berdua. “Shill, aku mau pergi, loh.” kata Rio. “Terus kenapa?” “Kamu nggak nangis?” “Aku kan udah bilang...” Shilla mencubit hidung cowok tercintanya itu, “Aku nggak sedih, kok.” Rio menatap dalam-dalam mata Shilla dan menemukan air bening yang siap mengalir, segera Rio memeluk Shilla erat dan membisikan sesuatu. “Aku hanya pergi tuk sementara, bukan tuk meninggalkanmu selamanya. Aku pasti kan kembali pada dirimu tapi kau jangan nakal.” Rio melepas dekapannya dan menghapus airmata di pipi Shilla, “aku pasti kembali...” Shilla tersenyum, “Aku tunggu 4 tahun lagi. Dan kamu harus dateng sebagai pengacara sukses.” kata Shilla menampilkan senyum manisnya. “Aku pasti dateng setaun sekali, Beb.” “I’m waiting for you.” “Mee too.” “Inget sama janjimu!” “Selalu...” Rio menyenggolkan hidungnya ke hidung Shilla. Akhirnya Shilla mengikhlaskan Rio untuk meraih impiannya dan yakin suatu hari nanti ia akan memeluk Rio dan berkata. ‘Akhirnya kamu kembali…’ -flashback end- “Hai, honey...” sapa Rio dalam telpon. Shilla masih syok. “Halo Shilla? Kamu dengar aku?” “Rio? Ini kamu?” tanya Shilla hati-hati. “Iyalah, Beb. Kamu lupa?” “Ya ampun Rio aku kangen banget.” Shilla mencelos mendengar suara Rio, serasa rindunya terobati walau hanya sekian persen. “Sama sayang. Jam berapa sekarang?” “Ha?” Shilla melirik ke jam dinding, ternyata sudah jam 23.45 malam, sepertinya tadi ia tertidur, “Di sini jam 12 kurang seperempat malem, Yo.” “Oh. Udah nggak hujan, kan?” “Kayanya udah reda, mungkin masih gerimis.” “Lagi apa sayang? Kok nggak tidur?” “Tadi udah tidur. Tapi bangun lagi. Kamu lagi apa?” Shilla tanya balik. “Aku lagi mandangin bintang.” “Oya?” “Liat bintang, deh Shill.” “Kenapa?” “Liat aja.” Shilla berjalan ke balkonnya, karena mendung bintang tak terlihat sebanyak malam yang cerah. “Bintangnya sedikit, Yo.” “Iya bener juga ya. Sayang bintangnya nggak banyak. Tapi kamu liat bintang yang paling terang itu?” tanya Rio. “Iya. Ada satu.” “Itu bintang kita, Shil. Bintang yang sama-sama kita liat.” Shilla memandangi bintang itu. Matanya terpejam membayangkan wajah Rio yang jauh di sana, di London, dengan tempat dan waktu yang berbeda. Berbeda?! Shilla membuka matanya. Benar juga. Bukannya waktu London dan Indonesia beda jauh? Kalo di sini tengah malam, di London harusnya siang, kan? Terus kenapa Rio yang di London bilang lagi mandangin bintang? Itu berarti di tempat Rio lagi malem, kan? “Kenapa, Shill?” tanya Rio mendapati diamnya Shilla. “Rio, kamu dimana sekarang??” “London lah.” “Bohong! Aku tanya dimana kamu sekarang?” “Hihi. Baru nyadar? Ternyata kamu lemot juga, ya?” “Rio... Kamu dimana?” Shilla makin penasaran. “Ada deeh...” Rio menggoda. “Rio!!” “Jangan manyun ah! Jelek tauk!” “Sok tau! Emang kamu tau aku lagi manyun?” “Tau-lah. Aku bisa liat kamu dengan jelas!” “Hah? Dimana?” Shilla mengedarkan pandangannya. “Cari dong! Cepet! Udah hampir lewat tengah malem!” Rio memutuskan sambungan telponnya. Shilla mencari sosok Rio di setiap sudut jalanan kompleknya. Lalu menemukan seseorang berpayung hitam di dekat pohon. Feelingnya mengatakan itulah orang yang dicarinya. “Rio?” desisnya pelan yang berubah jadi pekikan, “Rio!!” Orang itu tak bergeming, “Rio! Rio liat ke sini !” orang itu tetap menutupi wajahnya dengan payung, “Mario!!!” Orang berpayung itu tersenyum, lalu membuka payungnya yang kemudian terbang terbawa angin. Orang itu mengenakan jaket cokelat dan memasang kapucongnya. Lalu orang itu mengangkat wajahnya dan pasang tampang tengil. Senyum Shilla mengembang, ia segera berlari turun dan menghampiri cowo yang tak lain adalah Rio. “Rio?” Shilla mendekat perlahan, kemudian Rio merentangkan tangannya agar Shilla menyambutnya. “Rio!” Shilla berlari ke arah sosok yang selama ini selalu dirindukannya. Mereka berpelukan. Dan entah mengapa tiba-tiba hujan kembali turun. Mengguyur dua sejoli yang melepas rindu. “I-ini bu-bukan mimpi, kan?” tanya Shilla speechless tak percaya. “Kamu bisa lihat sendiri, kan?” tanya Rio meyakinkan. Shilla tersenyum, “Sekarang aku mau tanya.” kata Shilla yang airmatanya bercampur dengan tetes hujan yang menderas. Rio berekspresi seperti bertanya, “apa?” “Ap kamu masih nepatin janji?” “Tentu.” “Masih setia?” “Masih.” “Balik setaun sekali?” “Hehe. Maaf taun kemaren aku nggak bisa pulang.” Rio nyengir. “Ok, karna kamu udah di sini aku maafin.” Rio tertawa melihat wajah Shilla yang sudah 2 taun tak dilihatnya. “Udah jadi pengacara sukses?” “Pastilah.” Rio mengambil sesuatu di sakunya, “Ini buktinya!” Rio menunjukan kartu namanya yang menunjukan profesinya sebagai pengacara. “Kok bisa?” tanya Shilla. “Aku kuliah sungguh-sungguh. Sampe akhirnya aku lulus ditahun kedua. Walau belum jadi pengacara hebat. Asal kamu tau, aku lakuin hal itu biar cepet ketemu kamu.” Shilla tersenyum lebar, lalu mendekap pacarnya lagi, “Makasih. Berarti kamu tinggal di sini sekarang?” “Mau kamu?” “Aku mau kamu tinggal di sini!” Shilla kembali menunjukkan ekspresi galaknya. “Maunya...” kata Rio mencubit hidung Shilla. “Maulah. Kamu juga mau, kan?” “Iya deh. Aku juga mau.” “Nah gitu dong.” Shilla menatap kedua bola mata Rio, lalu airmatanya menetes lagi, ini sangat membahagiakan. Mereka berpelukan sangat lama. “Dingin, Yo.” kata Shilla, sedari tadi mereka memang kehujanan. Rio mengambil payungnya. Dan mengenakan payung itu berdua. “Aishiteru, Shilla…” bisik Rio. “Shiteru.” “And…” Rio melihat jam tangannya, pukul 00.02 dini hari. Ini saatnya. Rio membisikkan sesuatu ke telinga Shilla, “happy valentine, Shilla…” Shilla tersentak. Benar juga sekarang tepat tanggal 14 Februari. Dan itu berarti Rio sengaja menyiapkan semua ini demi bisa mengucapkan selamat hari valentine untuknya. Ini sangat romantis. “Makasih Yo… happy valentine too…” Shilla menangis bahagia. Mereka saling pandang. Shilla memejamkan matanya, lalu Rio memberi kecupan lembut untuk Shilla. Rio, Akhirnya kamu kembali. Walau raga kita terpisah jauh, namun hati kita selalu dekat, bila kau rindu pejamkan matamu dan rasakan aku kekuatan cinta kita takkan pernah rapuh terhapus ruang dan waktu percayakan kesetiaan ini pada ketulusan ‘Aishiteru. . .’ -tamat- ***
Di Singapura.
“Hey! Whats Up, Bro! Jadi juga loe liburan ke sini.” kata Vano menyambut kedatangan tamu pasangan.
“Siapa, pah?” tanya Via di dalam.
“Liat deh, Mah.” kata Vano, “Pak pengacara terhormat sekeluarga.”
“Ya ampun. Apa kabar?” Via cipikacipiki.
“Liat nih. Vano kecil ada di sini!” kata Vano mengelus perut Via lalu mendekatkan telinganya. “kata Vano kecil, ‘hai semuaa!’gitu.”
“Apaan sih!” Via menoyor kepala Vanonya, “Ini siapa, Shill?” tanya Via.
“Iya, siapa Yo?”
“Ini Deva, anak kita” kata Yoshil bersamaan dijawab ekspresi tak percaya oleh Vano-Via.
-tamat- (again)
***
This short story is presented by Aiyas Mutiara for all LDR couple and actually for celebrate the valentine day. I hope you like it… ^.^
@AiyasMutiara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar