Minggu, 05 Mei 2013

Dia Muncul Kembali (songfiction Tahu Diri by Maudy Ayunda)

Dia Muncul Kembali (songfiction Tahu Diri-Maudy Ayunda)
(songfiction Tahu Diri-Maudy Ayunda)
author: @Lisa_nasi_damay
Hai selamat bertemu lagi
Aku sudah lama menghindarimu
Sialku lah kau ada di sini
Aku terus menelusuri toko buku ini. Mencari-cari sesuatu. Entahlah apa yang sedang kucari. Buku? Hmm… sepertinya bukan itu alasan terkuat yang membuat langkahku terbawa kesini. Kedua bolaku berputar kekanan dan kekiri, memastikan bahwa tidak akan terjadi sesuatu hal yang buruk.
Aku berjalan menuju rak buku novel. Jari-jemariku mulai menelusuri setiap novel seraya membaca judulnya. Namun, tak ada yang menarik perhatianku dan ini adalah hal yang paling mengesalkan dan aku membencinya.
Aku menghela nafas. Menggeleng-gelengkan kepalaku. Iya. Ini adalah tempat favorit kami, sudut toko ini menyimpan banyak kisah antara aku dan dia. Dia? Iya, dia yang selalu terus menghantui setiap sudut pikiranku. Bahkan akhir-akhir ini aku seolah melihat bayangannya. Halusinasikah? Kurasa tidak! Ini adlah sebuah perasaan rindu yang sudah sangat membuncah.


Biasanya aku selalu datang kemari bersama dia. Bagian sudut toko ini pasti tidak pernah sepi bahkan menarik  jutaan mata untuk melirik ke arah kami dengan melemparkan sebuah tatapan yang seolah ingin menelan kami. Dia selalu menjailku dan dia selalu berhasil membuatku tertawa. Aku merindukan dia.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku kembali dengan mata yang tertutup. Enggak! Aku harus melupakan dia. Harus! Pekiku dalam hati .
Dengan terus memejamkan mataku. Aku mulai menggerakkan kembali jari telunjukku untuk memilih novel mana yang aku beli. Karena aku tidak tahu mana yang harus aku beli. Lebih baik aku pilih secara begini. Iya, memilih secara acak.
Jari telunjukku mulai menelusri novel-novel itu hingga kurasa hatiku bilang untuk berhenti. Aku menghentikan penelusuranku. Baru saja aku ingin membuka mataku. Aku merasa ada yang menyentuh jari-jemariku. Tiba-tiba saja darahku mulai berdesir dan jantungku mulai berdegup semakin cepat.
Sungguh tak mudah bagiku
Rasanya tak ingin bernafas lagi
Tegak berdiri di depanmu kini
“Maaf, sepertinya saya duluan yang memilih novel ini,”cetus seseorang dengan suara yang berat dan tidak asing lagi buat pendengaranku. Aku menggigit bibir bawahku.
Aku mulai membuka mataku secara perlahan-lahan. Tenggorokanku tiba-tiba saja terasa tercekat dan aku mulia membelalakan kedua mataku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan mencoba untuk memejamkan kembali mataku. Aku berharap ini hanya mimpi.
“Ify? Ini kamu? Nitify Clarissa Andita kan?”tanya seseorang itu yang kini sudah mengguncang-gucangkan tubuhku. Aku menelan ludahku. Tiba-tiba saja hatiku terasa ngilu.
Baru saja aku mau membuka mataku. Tubuhku langsung ditarik kedalam pelukannya. Aku terdiam sejenak. Menutup mataku kembali dan menikmati adegan ini walaupun ini akan berakhir. Namun, aku tersadar akan satu hal. Aku harus melupakan dia.
Aku langsung membuka kedua mataku dan buru-buru melepaskan pelukannya. Tatapan mata itu masih sama dan tidak ada yang berubah darinya. Walaupun sesungguhnya aku sempat pangling.
“Hei, hei. Kamu Rio? Kario Utama Perwira kan?”tanyaku dengan berusaha untuk tersenyum tipis seraya melambaikan tangan kearahnya.
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menyeringai. “Sama sekali tidak ada yang berubah darimu, Fy. Masih sama saja,”ceplosnya dan langsung mengacak-ngacak poniku. Aku yang bisa tersenyum seraya memperlihatkan barisan gigiku yang tersusun rapi. Lalu, meniup poniku. Berharap poniku bisa tertata rapi, seperti semula.
“Aku? Memang tidak ada perubahan. Tapi, bukan berarti aku tak menyukai perubahan. Oh ya, kamu mau novel itu kan? Ambil saja.”
Dia menatap dengan terus tersenyum. “Memangnya kamu tidak tertarik dengan novel ini?”
Aku menggeleng pelan. “Sama sekali tidak.”
“Walaupun ini gratis sekalipun?”
Aku mengangguk dengan diiringi dengan senyuman.
“Ya, saya kecewa,”ungkapnya pelan dan langsung menundukkan kepalanya.
“Kenapa?”
Dia terus membisu. Tiba-tiba saja keheningan mulai menyelimuti pembicaraan aku dan dia. Aku belum pernah melihat dia seperti ini.
“Kamu kemana aja? Kamu menghilang secara tiba-tiba?”tanyaku untuk menganti topik pembicaraan.
“Saya kemana aja? Saya pergi ke suatu tempat. Karena harus ada yang saya perjuangkan.”
Aku manggut-manggut sebagai tanggapanku.
“Kamu sama siapa kesini?”
Dia diam sejenak dan tersenyum sumringah. “Aku kangen sama kamu, Fy. Sudah lama kita tidak berjumpa.”
Deg. Jatungku kembali berdegup kencang dan daraku kembali berdesir. Mengapa dia tidak menjawab pertanyaanku? Mengapa dia malah berkata seperti itu? aku berusaha bersikap seperti biasa.
“Aku juga kangen sama kamu, Yo. Iya, ya kita udah lama enggak ketemu. Kamunya sibuk sih hihihi,”gumamku dengan tertawa kecil.
“Saya tahu. Saya akan selalu tahu tanpa pernah kamu bilang seperti itu.”
Tenggorokanku kembali tercekat. Tanpa kusadari aku menahan nafasku.
“Saya mau pamit lagi nih. karena saya masih banyak urusan,”pamitnya. Jari-jemarinya mulai menyentuh pundaku dan dia tetap tersenyum. Dia mulai berjalan meninggalkan diriku.
“Loh, novelnya?”
“Buat kamu saja. Saya sangat senang jika kamu yang memiliki novel itu,”gumamnya dengan nada suara yang keras seraya melambaikan tangannya. Aku hanya bisa menatap punggungya yang semakin menjauh dan mulai menghilang.
***
Sakitnya menusuki jantung ini
Melawan cinta yang ada di hati
Dan upayaku tahu diri tak selamanya berhasil
‘pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah lagi
Mengapa dia muncul? Ketika aku akan benar-benar melupakannya? Mengapa?
“Fy, novelnya keren deh.”
Ternyata perasaanku masih sama seperti dulu. Tak ada yang berubah, sekecil apapun itu. Oh Tuhan aku harus bagaimana?
“Fy, kenapa sih?”tanya Sivia seraya menyenggol sikuku.
Mungkinkah takdir memang sengaja untuk mempetemukanku kembali? Mungkinkah?
“Fy, mikirin apaan sih?”
Sivia mulai melambai-lambaikan tangannya. Lalu, buru-buru langsung menyentuh bahuku.
“Eh, apa Yo?”tanya secara terkejut.
“Yo? Rio maksudnya?”
Sivia mulai curiga penuh selidik. Sivia mulai menaikkan kedua alisnya.
“Dia muncul kembali, Vi. Tadi aku bertemu dengannya di toko buku yang sering aku dan dia kunjungi,”jelasku dan langsung tertunduk.
“Aku juga sudah bertemu dengannya, Fy. Tidak ada yang berubah dengannya ternyata.”
“Kok kamu enggak cerita sih, Vi?”
Sivia mulai nyengir. “Lupa, Fy hehehe. Gimana masih merasakan hal yang sama?”
Aku terdiam. Aku mulai menimbang-nimbang perasaanku. Dan pada akhirnya aku mengangguk.
“Mungkin, takdir sengaja mempertemukan kalian. Lagian, kalau jodoh itu enggak kemana-mana. Atau mungkin kamu adalah jodohnya, Fy. Tapi, kalau takdir berkata lain. Kamu harus segera melupakannya dan segera move on. Jangan biarkan dia punya tempat yang khusus dihatimu.”
***
Bye selamat berpisah lagi
Meski masih ingin memandangimu
Lebih baik kau tiada di sini
Sungguh tak mudah bagiku
Menghentikan segala khayalan gila
Jika kau ada dan ku cuma bisa
Dia semakin liar memenuhi pikiranku setelah pertemuan itu. setelah pembicaraan itu. Dan aku tidak tahu perasaan apa yang sedang aku rasakan saat ini. Dan gilanya lagi, tadi dia menghubungiku untuk mengajaku bertemu dengannya. Katanya ini penting.
Aku tak tahu darimana dia bisa mendapatkan nomorku. Tapi tanpa kutanya, dia yang seolah bisa membaca pikiranku langsung mengatakan bahwa dia mendapatkannya dari Sivia.
Aku membenci ini. Sivia tidak bisa menemaniku dan dia memilih sebuah caffe yang sering aku dan dia kunjungi dahulu. Mau tak mau aku terseret kembali ke masa itu. ke masa diamana aku merasa kalau dia itu hanya miliku.
Meradang menjadi yang di sisimu
Membenci nasibku yang tak berubah
Di sudut ini biasanya canda dan tawa kita terlepaskan. Di sudut ini biasanya kita saling bercerita dan disudut ini pula rasa itu mulai ada. Sampai dia harus pergi meninggalkanku. Aku sama sekali tidak memberi tahau tentang perasaanku ini. Dan harus aku simpan bertahun-tahun. Aku membenci diriku dan aku sempat mengutuk diriku sendiri.
Dia datang dan mulai berjalan kearahku. Dia melemparkan senyuman manisnya dan aku langsung membalasnya.
“Udah lama? Maaf ya.”
“Iya, enggak apa-apa kok, Yo. Santai aja. Aku kan bukan pejabat.”
Aku tidak bisa menahan tawaku melihat dia memasang wajah seperti itu. Mengerutkan keningnya dengan menyipitkan kedua matanya.
“Kenapa tertawa? Ada yang lucu?”tanyanya yang mulai risih.
“Iya, kamu lucu kalau kamu seperti itu.”
Air wajahnya mulai kembali seperti biasa dan dia tidak lagi memasang tampang yang membuat aku tertawa. Dia mulai sibuk merogoh tasnya seolah sedang mencari sesuatu. Setelah sesuatu itu dia temukan. Dia mulai menyodorkannya kearahku.
Sebuah kartu undangan berwarna pink. Aku langsung mengerutkan keningku. “Ini apaan, Yo? Kamu mau ngundang aku ke acara ulang tahunmu?”tanyaku yang sama sekali tak mengerti.
Kali ini dia yang tertawa cukup keras. Dia mulai mengacak-ngacak poniku kembali. “Kamu ini lucu sekali sih, Fy. Saya ini sudah besar. Jadi kemungkinan saya buat acara seperti itu. kecil kemungkinannya.”
Aku mendengus kesal. Bibirku sudah mulai maju kedepan dengan kedua pipi yang sudah kembung. “Terus ini apaan?”
“Tapi kamu harus janji satu hal denganku,”pintanya. Aku mengangguk.
Dan upayaku tahu diri tak selamanya berhasil
‘pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah lagi
“Kamu harus datang. harus! Jika tidak saya akan marah padamu.”
“Aku akan datang kok, Yo. Tenang. Pasti ada acara makan-makan gratisnya kan?”tanyaku sembari tertawa puas.
Dia juga ikut tertawa. “Kamu ini sama sekali belum berubah. Makanan terus dipikiranmu. Tapi kamu janji kan?”tanyanya sekali lagi meyakinkan. Aku mengangguk mantap. Tapi, entah mengapa tiba-tiba perasaan tidak enak mulai menyusup masuk kedalam hatiku.
“Itu…”
Aku tidak sabar menunggu kalimat selanjutnya yang akan dia lontarkan. Kalian bisa merasakan apa yang aku rasakan. Dia menganggapku penting, menganggapku spesial. Karena aku harus datang keacara itu.
“Rio!”
Aku langsung menoeh kesumber suara. Seorang peremuan berambut panjang sebahu yang memanggil dia barusan. Perempuan itu melambaikan tangannya. Lalu, berjalan mendekat kearah kami. Perasaanku mulai buruk. Dia tersenyum dan kedua bola matanya memancarkan sinar kasih sayang.
“Fy, kenalin ini Shilla.”
Dia mulai memperkenalkanku dengan perempuan itu yang sudah mengulurkan tangannya. Aku membalas uluran itu. “Ify,”gumamku pelan dan dengan suara yang sudah mulai bergetar.
“Kamu masih lama yah? Kayaknya aku duluan aja. Emh… atau aku tunggu kamu di mobil aja. Kayaknya masih ada yang harus kalian bicarakan. Aku tunggu ya,”pamit perempuan itu yang mulai berjalan pergi. Dia mengangguk dan terus menatap punggung perempuan itu. aku belum pernah melihatnya seperti ini.
“Dia Siapanya kamu? Dia cantik ya.”
Dia hanya tersenyum.
“Dia pacar kamu?”tanyaku dan dia menggeleng.
“Jadi dia siapamu? Kalian enggak mungkin enggak ada apa-apa.”
“Darimana kamu tahu?”
“Mudah kok. Dari tatapan mata kalian. Jujur saja kenapa!”
“Kamu cemburu?”
“Katakan saja. Buat apa aku cemburu? Aku kan hanya temanmu tak lebih,”gumamku dengan suara yang mulai parau.
“Wah berarti aku ini sama sekali tidak bisa akting ya hahahaha.”
Deg. Jantungku seoah berhenti berdegup. Berarti dia meng-iya-kan bahwa diantara mereka ada sesuatu. Buru-buru aku langsung membaca kartu undangan itu. Bodoh! Aku benar-benar bodoh! Kenapa aku baru sadar.
Tuhan, aku harus bagaimana? Aku tidak mungkin menitihkan air mataku dihadapannya. Dadaku tiba-tiba saja terasa terhimpit.
“Jadi… jadi… Dia…”ucapku terbata-bata. Aku menginggit bibir bawahku. Berharap bahwa aku bisa menahan tangisku.
“Jadi… Dia itu calon istrimu?”tanyaku dengan suara yang semakin bergetar. Dia dengan cepat mengangguk. Aku langsung tertunduk dan bulir-bulir air hangat mulai berjatuhan membasahi wajahku dan aku membenci keadaan ini.
Berkali-kali kau berkata kau cinta tapi tak bisa
Berkali-kali ku telah berjanji menyerah
Ku dengar derap langkahnya. Tidak! Dia mendekat kearahku. Aku mulai mengusap wajahku dan mengangkat kepalaku. Aku berusaha untuk tersenyum.
“Kamu menangis?”tanyanya seraya menyeka air mata yang masih terus berjatuhan.
“Aku menangis bahagia. Lihat, buktinya aku tersenyum.”
Dia menggeleng. “Kamu bohong lagi. Aku tahu apa yang kamu rasakan. Kamu masih ingatkan bahwa aku pernah bilang. Aku akan selalu tahu tanpa pernah kamu bilang kepada saya. Saya tahu, Fy. Dari tatapan matamu. Saya tahu kalau kamu mencintai saya. Tapi, maafkan saya, Fy.”
Kata-kata dia semakin membuatku tangisku semakin memburu dan berkejar-kejaran.
“Kalau kamu mengetahuinya. Kenapa kamu tak pernah menanyakannya? Kenapa aku harus menyimpan rasa ini sendiri? Kamu jahat, Yo,”isakku.
“Bukankah cinta itu tidak harus memiliki. Kata siapa kamu menyimpan perasaan itu sendiri? Kata siapa?”
Jantungku kembali berdegup kencang. Tenggorokanku terasa tercekat. Aku membelalakan mataku.
“Saya juga menyimpan rasa yang sama denganmu. Tapi, sepertinya kita memang tidak bisa bersatu. Shilla yang akan mendampingi saya. Shilla cinta sejati saya. Maaf, Fy. Saya tak ingin memperburuk suasana dengan mengubah status kita. Saya lebih nyaman jika kita bersahabat. Bukan sebagai sepasang kekasih yang saling menuntut.”
Tubuhku semakin bergetar dan lemas. Pasokan oksigen untuk kuhirup semakin menipis.
“Kamu harus yakin, Fy. Bahwa saya dulu, hari ini dan sampai kapanpun akan selalu mencintaimu.”
Air itu semakin berlomba-lomba berjatuhan. Aku sama sekali tak mampu menatapnya. Lagi-lagi dia menyeka air mata itu. lalu, menagngkat wajahku dan menyuruhku untuk menatapnya.
“Kamu juga harus tahu satu hal. Novel itu yang nulis adalah saya. Itu perasaan saya untuk kamu, Fy. Sudah kamu tidak perlu menangis lagi. Lupakan saya dan mulailah buka hatimu untuk orang lain. Kamu past bisa, Fy.”
Dia menepuk-nepuk pundaku sebelum akhirnya berjalan pergi meninggalkanku.
“Kamu harus dateng ya, Fy. Kamu sudah berjanji pada saya.”
-the end-
--------------------------------------------
hyep, daripd nganggur, minggu malem ini aku bikin songfiction project sama Lisa. ini karya dia.. happy reading :)
follow Lisa di: @Lisa_nasi_damay

Tidak ada komentar:

Posting Komentar