Seorang pemuda dengan map kusut di tangannya baru saja keluar dari sebuah kantor. Peluh membasahi keningnya begitu buas. Cukup sudah untuk hari ini, batinnya. Jakarta kelewat kejam bagi pengangguran sepertinya. Segala keahlian bahkan gelar sarjananya masih kurang untuk dijadikan jaminan cepat mendapat pekerjaan.
Pemuda yand dasi di kerahnya sudah acak-acakan itu duduk di bangku warteg sambil menikmati nasi bandengnya. Kemudian ada bapak-bapak yang duduk di sebelahnya. Kelihatannya bapak itu sedang kesal, terpet jelas dari nada suaranya.
Seorang pengamen datang, bernyanyi sekenanya, kemudian meminta imbalan. Bapak di sebelah pemuda itu marah-marah karena merasa terganggu. Tapi, pemuda tadi justru memberi selembar uang sepuluh ribuan kepada pengamen itu.
"berlebihan kalo sampeyan kasih uang segitu lho, dek." kata bapak-bapak itu.
"ah ndak juga, Pak saya ikhlas."
Bapak itu pergi membawa tas jinjing dan beberapa berkasnya. Sampai lima belas menit kemudian barulab pemuda itu sadar, mapnya terbawa.
Sambil berlari kencang, ia mengejar bapak tadi. Peluhnya semakib deras sana. Bahkan lutut-lututnya serasa mau copot.
"maaf pak. Map saya terbawa bapak." kata pemuda itu setelah berhasil mengejar.
"ha? Map apa?" bapak itu mencari di antara berkasnya "oh ini. Maap ya dik. Ini berkas apa?"
"lamaran kerja pak. Saya mau melamar jadi akuntan tapi belum dapat-dapat juga. Padahal sarjana, nasib nasib"
"akuntan?" bapak itu berkata. Tanpa melanjutkan, beliau justru bercakap di dalam telepon.
"sudah. Saya sudah temukan pengganti akuntan yang lama. Tidak perlu buka lowongan. Saya sudah ketemu langsung sama calon akuntannya"
Mata pemuda itu terbelalak, tapi kemudian tersenyum lebar.
"keberuntungan adalah kesempatan yang bertemu kesiapan"
#gemilang-andien
Tidak ada komentar:
Posting Komentar