“Gaunnya mau warna apa?”
“Warna? Ehm.. disamain aja sama warna sapu tangan ini…”
“Merah? Wah.. pasti kelihatan elegan. Pilihan warnamu
bagus. Di upacara kelulusan nanti, kamu pasti kelihatan paling cantik.”
“Makasih, tolong cepet dipesenin ya… ehm, ini buat surprise, jadi jangan sampai bunda tau!”
“Siap!”
♥♥♥
Seorang ibu guru SD mendekati salah seorang siswinya
yang hanya diam sambil memperhatikan hasil gambaran teman-temannya.
“Soca...” panggil guru itu. “Kamu ngapain? Mana hasil
gambaranmu?”
Siswi kelas 2 SD itu tak bergeming, dia terus
memperhatikan temannya yang sedang mewarnai. Pandangannya sangat serius.
“Soca? Ibu tadi bilang apa? Selesaikan dulu gambaranmu,
baru kamu boleh lihat-lihat punya teman yang lain…”
Guru itu menyerah saat perintahnya tidak digubris oleh
Soca. Kemudian, ia berjalan ke arah tempat duduk Soca. Di atas meja, dilihatnya
sebuah buku gambar dengan gambar kupu-kupu yang belum selesai diwarnai.
“Soca, ini gambar apa?” Tanya sang guru.
Soca, gadis kecil itu, memandang gurunya, sengit, lalu
menjawab dengan ketus, “masa’ bu guru nggak tau? Itu kupu-kupu.”
Ibu guru itu tersenyum, “iya. Ibu tau ini kupu-kupu.
Tapi kenapa nggak Soca warnai sayap kupu-kupunya?”
“Emangnya nggak boleh! Soca lebih suka begitu!”
“Soca, jangan membantah ibu. Cepat selesaikan
gambaranmu!”
“Pokoknya Soca nggak mau ngelanjutin gambarnya!! Nggak
mau Bu Guruuu!!”
“Soca!” guru itu mulai kesal, tapi ia mencoba bersabar
dan mendekati Soca yang mulai menangis, “kenapa, Soca? Kenapa nggak dilanjutin?
Kupu-kupunya jelek kalau Cuma begini…”
Soca tetap diam. Sang guru tak kuasa menahan amarah Soca
yang kian menjadi-jadi. Gadis cilik itu menangis histeris tanpa sebab. Ia
bahkan melempar jauh-jauh buku gambarnya.
♥♥♥
“Saya juga tidak
tau apa sebabnya, Bu… tapi Soca mendadak aneh sejak hari itu. Dia nggak pernah
mau ikut pelajaran menggambar. Tadinya, saya pikir saya bisa mengatasi anak itu
sendiri, Bu. Tapi lama-kelamaan saya jadi khawatir. Makanya saya melapor kepada
Ibu.”
Seorang ibu-ibu setengah baya berjalan melewati koridor
sekolah. Di kepalanya terus terngiang-ngiang ucapan wali kelas dari anak semata
wayangnya.
“Bundaaaa!” teriak seorang gadis setelah keluar dari
kelasnya. Ibu itu tersenyum melihat putrinya, Soca.
♥♥♥
“BRAKK!!”
“Soca!! Apa-apaan kamu!!” bentak ibunda Soca sesaat
setelah putrinya membanting keras-keras peralatan menggambarnya. “Socaa!!”
“Soca nggak mau nggambar lagi, Bun! Soca benci pelajaran
menggambar!!”
“Tapi kenapa?! Cerita sama Bunda! Kamu selalu kaya gini
setiap Bunda belikan peralatan mengggambar baru. Kenapa, Soca? Kamu kenapaa??”
Ibu–yang merupakan orang tua tunggal dari Soca–itu
memeluk erat tubuh putrinya sambil menangis.
“Kenapa, Soca? Ceritakan ke Bunda…”
“Soca nggak suka gambar, Bun. Soca pernah diejek sama
temen-temen karena warna pelangi.”
“Hah? Maksud kamu?”
Soca mengambil buku gambar dari laci meja belajarnya.
Lalu menunjukkannya kepada sang Bunda.
“Kata temen-temen Soca bodoh, Bun. Soca warnai
pelanginya salah…”
Soca mulai sesegukan menahan tangis. Ibunda Soca
memperhatikan gambaran putrinya. Keningnya berkerut heran saat mendapati gambar
pelangi yang diwarnai acak-acakan oleh putrinya. Yang lebih mengejutkan adalah
warna pelangi itu. Hitam.
♥♥♥
“Adalah
ketidakmampuan seseorang dalam membedakan warna-warna tertentu. Sprektrum
retina yang tidak memiliki sel kerucut yang sempurna biasanya hanya bisa
melihat warna hitam, abu-abu dan putih saja. Selain warna-warna itu, akan
sangat sulit dibedakan oleh Soca. Itulah yang dialami oleh putri ibu, buta
warna…”
“Yang ini apa, Bun?” Tanya Soca, membangunkan lamunan
ibundanya.
“Hm? Apa, Soca?”
“Ini warna apa?”
“Merah. Itu warna merah, Soca… Warna kesukaan bunda.”
“Bunda suka merah?” Tanya Soca, polos, “kalau begitu Soca
juga suka merah!”
Ibunda Soca tersenyum, lalu menyerahkan sesuatu ke
tangan Soca
“Simpan ini baik-baik, Sayang. Sapu tangan ini warnanya
merah. Kalau kamu kesulitan membedakan warna merah, bandingkan dengan warna
sapu tangan ini. Kalau sama, berarti warnanya merah.”
Soca mengangguk sambil memperhatikan sapu tangan milik
ibundanya. “Makasih, Bun. Soca sayang bunda!”
“Iya, Sayang. Bunda juga sayang Soca…”
Soca dan ibundanya larut dalam pelukan kasih seorang ibu
dengan putrinya.
♥♥♥
“Soca itu artinya ‘mata’. Ayah dan bunda pasti punya
maksud tertentu memberi nama itu buat ku. Mungkin, agar aku dapat melihat
warna-warna dunia melalui kedua mataku. Tapi ternyata, Tuhan punya maksud lain
di balik arti kata ‘Soca’. Aku terlahir dengan kelainan buta warna. Dan seperti
yang kalian tau, aku tidak bisa dengan sempurna melihat keragaman warna. Tapi
setidaknya aku masih bisa melihat. Melihat Bunda tersenyum bahagia karena ku.
Lihat, Bun, sekarang aku memakai gaun dengan warna kesukaan bunda. Merah. Bunda
suka merah, kan?
Bunda, kelulusanku ini adalah hadiah buat Bunda. Terima kasih, Bun. Terima
kasih telah menjadi ibu sekaligus ayah buat Soca. Di mata Soca, Bunda adalah
warna yang paling mudah Soca lihat…”
Tamat